Sejarah Kawah Ijen dan Kisah Para Penambang Belerang - Autiya Nila Agustina - Kawah Ijen bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya dan fenomena blue fire, tetapi juga menyimpan sejarah panjang serta kisah perjuangan manusia. Di balik panorama menakjubkan, ada cerita tentang terbentuknya gunung ini, penjelajahan kolonial, hingga kehidupan keras para penambang belerang yang setiap hari mempertaruhkan nyawa di dasar kawah.
1. Sejarah Geologi Kawah Ijen
Kawah Ijen adalah bagian dari rangkaian gunung api di Jawa Timur. Letusan besar ribuan tahun lalu membentuk kaldera Ijen dengan diameter lebih dari 20 kilometer. Di dalam kaldera inilah terbentuk Kawah Ijen dengan danau asam terbesar di dunia, berwarna hijau kebiruan karena kandungan belerang dan mineral.
![]() |
Sumber Gambar: Tik Tok @emoji0712 |
Gas belerang yang muncul dari perut bumi inilah yang kemudian menimbulkan fenomena api biru (blue fire)—fenomena alam langka yang hanya ada dua di dunia, salah satunya di Ijen.
2. Masa Kolonial Belanda
Sejarah mencatat bahwa pada era kolonial, kawasan Ijen sudah menjadi perhatian. Belanda memanfaatkan kawasan sekitarnya untuk perkebunan kopi, tebu, dan kayu.
Pada awal abad ke-20, para peneliti geologi Belanda mulai mendokumentasikan aktivitas vulkanik dan kandungan belerang di Kawah Ijen. Penambangan belerang pun dilakukan secara tradisional dengan peralatan sederhana, dan metode itu masih dipertahankan hingga hari ini.
3. Penambang Belerang: Pahlawan Tanpa Nama
Setiap hari, ratusan penambang lokal turun ke kawah dengan peralatan seadanya. Mereka menggunakan linggis, keranjang bambu, dan kain basah sebagai pelindung dari asap belerang.
-
Berat beban: Rata-rata 60–90 kg belerang dipikul di pundak.
-
Jarak tempuh: ±3 km dari dasar kawah ke pos penimbangan.
-
Pendapatan: Sekitar Rp 1.000 – Rp 1.500 per kg, sehingga penghasilan harian berkisar Rp 100.000 – Rp 150.000.
Meski berisiko tinggi terkena gangguan pernapasan, kulit terbakar, hingga bahaya longsor, banyak warga tetap bekerja sebagai penambang karena terbatasnya lapangan kerja.
4. Kehidupan Sosial Penambang
Para penambang belerang mayoritas berasal dari desa-desa sekitar Ijen. Profesi ini sering diwariskan dari generasi ke generasi.
-
Kondisi kerja: Tanpa masker gas standar, hanya kain penutup wajah.
-
Jam kerja: Biasanya malam hingga pagi, agar suhu lebih dingin dan asap tidak terlalu pekat.
-
Kesadaran wisatawan: Kini, banyak wisatawan yang memberi tip atau membeli kerajinan belerang langsung dari penambang untuk membantu ekonomi mereka.
5. Kawah Ijen di Era Modern
Seiring berkembangnya pariwisata, Kawah Ijen bukan hanya tempat kerja penambang, tetapi juga destinasi internasional. Pemerintah dan pihak pengelola kini mendorong agar:
-
Pariwisata berkelanjutan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar.
-
Keselamatan penambang lebih diperhatikan, meski alat pelindung masih terbatas.
-
Wisata edukasi diadakan agar pengunjung lebih memahami sejarah dan kehidupan nyata di balik keindahan Ijen.
6. Pesan Humanis dari Kawah Ijen
Berwisata ke Kawah Ijen bukan hanya tentang menikmati panorama. Di sana, wisatawan bisa melihat langsung perjuangan manusia melawan kerasnya alam demi bertahan hidup.
Kisah penambang Ijen adalah pengingat bahwa keindahan alam sering kali berdampingan dengan kerja keras manusia. Dengan menghargai dan membantu mereka, kita turut menjaga keberlangsungan Kawah Ijen sebagai warisan alam sekaligus budaya.
Kesimpulan
Kawah Ijen adalah perpaduan antara sejarah geologi, peninggalan kolonial, dan kisah hidup manusia. Dari terbentuknya kaldera ribuan tahun lalu, eksplorasi Belanda, hingga kerja keras para penambang belerang, semua menjadi bagian penting dari identitas Ijen.
Ketika Anda berkunjung, sempatkan untuk berbicara dengan penambang, membeli souvenir mereka, atau memberi sedikit apresiasi. Dengan begitu, wisata ke Kawah Ijen bukan sekadar menikmati pemandangan, tetapi juga memberi makna lebih dalam tentang hubungan manusia dan alam.
Comments