Hadis Dha’if: Pengertian, Pembagian, dan Penggunaannya dalam Hujjah
Grobogan - Autiya Nila Agustina - Hadis Dha’if: Pengertian, Pembagian, dan Penggunaannya dalam Hujjah - Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an. Namun, tidak semua hadis memiliki tingkat keabsahan yang sama. Salah satu kategori hadis yang memiliki derajat lemah adalah hadis dha’if. Hadis ini memiliki kelemahan dalam sanad atau matannya, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah secara mutlak dalam hukum Islam. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang hadis dha’if, termasuk pengertian, pembagian, dan penggunaannya dalam kajian Islam.
A. Pengertian Hadis Dha’if
Secara bahasa, dha’if berarti lemah. Dalam istilah ilmu hadis, hadis dha’if adalah hadis yang tidak memenuhi syarat hadis shâhih atau hasan, baik dalam aspek sanad maupun matan. Hadis ini memiliki kelemahan dalam salah satu dari lima syarat hadis shâhih:
- Sanad tidak bersambung (ada perawi yang hilang).
- Perawi tidak adil (memiliki akhlak yang buruk atau dikenal sebagai pendusta).
- Perawi tidak dhâbit (hafalannya lemah atau sering keliru dalam meriwayatkan hadis).
- Hadis bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat (syâdz).
- Hadis memiliki cacat tersembunyi (illat) yang memengaruhi keabsahannya.
Karena kelemahannya, hadis dha’if tidak dapat dijadikan sumber hukum utama dalam Islam, tetapi dalam kondisi tertentu masih bisa digunakan, terutama dalam masalah fadhâil al-a’mal (keutamaan amal).
B. Pembagian Hadis Dha’if
Hadis dha’if terbagi menjadi dua kelompok utama berdasarkan penyebab kelemahannya, yaitu dha’if karena putus sanad dan dha’if karena cacat pada perawi.
1. Hadis Dha’if karena Putus Sanad
Hadis dalam kategori ini memiliki kelemahan karena sanadnya tidak bersambung, yang menyebabkan periwayatan hadis tersebut tidak dapat dipastikan keasliannya. Jenis-jenisnya meliputi:
a. Hadis Mu’allaq
Hadis yang dalam sanadnya terdapat satu atau lebih perawi yang hilang di awal sanad, biasanya dari perawi setelah penyusun kitab hadis. Contohnya adalah hadis yang langsung dikutip oleh Imam Bukhari tanpa menyebutkan sanadnya secara lengkap.
b. Hadis Mu’dhal
Hadis yang dalam sanadnya terdapat dua atau lebih perawi yang hilang secara berurutan. Hal ini menyebabkan rantai periwayatan menjadi tidak valid.
c. Hadis Munqathi’
Hadis yang sanadnya terputus di mana saja, baik di awal, tengah, atau akhir, tetapi tidak secara berurutan seperti hadis mu’dhal.
d. Hadis Mursal
Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in langsung dari Nabi Muhammad SAW, tanpa menyebutkan sahabat yang meriwayatkannya.
e. Hadis Mudallas
Hadis yang dalam periwayatannya terdapat upaya menyembunyikan kelemahan sanad, biasanya dengan menggunakan kata-kata seperti ‘an (dari), yang tidak menunjukkan hubungan langsung antara perawi.
2. Hadis Dha’if karena Cacat pada Perawi
Hadis dalam kategori ini memiliki kelemahan karena perawinya tidak memenuhi syarat sebagai perawi yang adil atau tidak memiliki dhâbit yang baik. Jenis-jenisnya meliputi:
a. Hadis Dha’if karena Cacat Keadilan
- Hadis Ma’rûf: Hadis yang perawinya dikenal memiliki kelemahan dalam kejujuran.
- Hadis Mubham: Hadis yang sanadnya menyebut perawi secara tidak jelas, misalnya dengan menyebut "seorang laki-laki" tanpa menyebut namanya.
- Hadis Majhûl: Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang tidak dikenal identitasnya.
b. Hadis Dha’if karena Cacat Kedhabitan
- Hadis Munkar: Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang sangat lemah dan bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
- Hadis Mu’allal: Hadis yang memiliki cacat tersembunyi (illat) yang hanya bisa diketahui oleh pakar hadis.
- Hadis Mudrâj: Hadis yang dalam matannya terdapat tambahan dari perawi, sehingga terjadi pencampuran antara hadis asli dan tambahan.
- Hadis Maqlûb: Hadis yang dalam sanad atau matannya terjadi perubahan susunan riwayatnya.
- Hadis Mudhtharib: Hadis yang diriwayatkan dengan berbagai versi yang bertentangan tanpa bisa ditentukan mana yang lebih kuat.
- Hadis Syâdz: Hadis yang diriwayatkan oleh perawi terpercaya, tetapi bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat.
- Hadis Mushahhaf: Hadis yang mengalami kesalahan dalam lafal karena kesalahan baca atau tulis.
- Hadis Muharraf: Hadis yang mengalami perubahan dalam huruf atau kata, menyebabkan maknanya berubah.
- Hadis Mukhtalith: Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang mengalami perubahan daya ingat setelah mengalami masa tua atau gangguan mental.
C. Berhujjah dengan Hadis Dha’if
Meskipun hadis dha’if memiliki kelemahan, para ulama berbeda pendapat mengenai penggunaannya sebagai hujjah:
- Tidak boleh digunakan sama sekali – Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama yang sangat ketat dalam menerima hadis, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.
- Boleh digunakan dalam fadhâil al-a’mal (keutamaan amal) – Mayoritas ulama membolehkan penggunaan hadis dha’if dalam konteks ini, selama tidak bertentangan dengan hadis shâhih atau hasan.
- Boleh digunakan jika diperkuat oleh jalur lain – Jika hadis dha’if memiliki banyak jalur yang saling menguatkan, maka ia bisa naik status menjadi hasan lighairihi.
Kesimpulan
Hadis dha’if adalah hadis yang tidak memenuhi syarat hadis shâhih atau hasan, baik karena putusnya sanad maupun kelemahan perawi. Hadis ini terbagi menjadi dua kategori utama: dha’if karena putus sanad dan dha’if karena cacat perawi. Meskipun tidak bisa dijadikan hujjah dalam hukum Islam, sebagian ulama membolehkan penggunaannya dalam keutamaan amal jika tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
Pemahaman tentang hadis dha’if sangat penting dalam studi hadis, agar seorang muslim dapat memilah mana hadis yang bisa dijadikan dasar dalam beragama dan mana yang tidak.
Comments