Ujian Terberat Itu Milik Para Nabi – Pelajaran dari Hadis Rasulullah ﷺ

Ujian Terberat Itu Milik Para Nabi – Pelajaran dari Hadis Rasulullah ﷺ-  Autiya Nila Agustina | Penerbit: Rima Mustajab- Dalam perjalanan hidup, setiap insan pasti akan menghadapi ujian. Namun, tidak semua orang menyadari bahwa kadar ujian yang diterima sejatinya sebanding dengan kadar keimanan dan keteguhan hati dalam menjalani agama. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, terdapat pelajaran agung yang membuka mata kita tentang siapa sebenarnya manusia yang paling berat ujiannya di dunia ini.

Sumber Gambar; orang Istimewa 


Diriwayatkan oleh Qutaibah, dari Hammad bin Zaid, dari ‘Ashim bin Bahdalah, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya, Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأُخْتِ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ

"Aku berkata, Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?" Beliau menjawab, “Para nabi, kemudian orang-orang yang seperti mereka, kemudian orang-orang yang seperti mereka. Seseorang diuji berdasarkan agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya pun berat. Sebaliknya, jika agamanya lemah, maka ia diuji berdasarkan kadar agamanya. Ujian itu tidak akan berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi tanpa membawa kesalahan.” (HR. Tirmidzi, hasan shahih)

Hadis ini tidak hanya menjadi penghibur hati saat ditimpa musibah, tetapi juga pengingat mendalam bahwa jalan menuju ridha Allah bukanlah jalan yang bebas dari cobaan. Para nabi, manusia pilihan Allah yang paling dicintai-Nya, justru mengalami ujian yang paling berat. Mereka mengalami pengusiran, penyiksaan, penolakan, bahkan ancaman pembunuhan dalam menyampaikan risalah kebenaran.




Mengapa demikian? Karena semakin kuat iman seseorang, maka semakin besar pula tanggung jawab dan kesanggupannya untuk menerima ujian. Ujian bukanlah bentuk kebencian Allah, tetapi wujud kasih sayang dan perhatian-Nya agar kita naik kelas dalam keimanan dan bersih dari dosa. Ujian pun menjadi jalan menuju derajat yang lebih tinggi di sisi-Nya.




Hadis ini juga menunjukkan bahwa kehidupan bukan hanya soal kenyamanan dunia, tetapi lebih kepada proses penyucian jiwa. Sebab, sebagaimana sabda Nabi ﷺ, seorang hamba akan terus diuji hingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa—tanpa kesalahan.




Mari kita jadikan hadis ini sebagai pegangan dalam hidup. Jangan lemah ketika ujian datang, jangan pula iri pada mereka yang tampak tidak diuji. Sebab, boleh jadi ujian terbesar seseorang adalah kelapangan yang melalaikan. Dan jangan takut pada ujian, karena di baliknya ada rahmat dan ampunan Allah yang menanti.




Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang sabar, yang senantiasa berprasangka baik kepada Allah dalam setiap musibah, dan yang kelak akan berjalan di bumi dengan hati yang bersih menuju surga-Nya.

Hadist HR. Tirmidzi, hasan shahih Menurut pandangan Ulama

Hadis tentang ujian ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dinyatakan hasan shahih, dan telah menjadi bahan penafsiran dan perenungan oleh banyak ulama. Berikut adalah penjelasan isi hadis tersebut menurut tafsir dan syarah para ulama:


1. Siapa yang Paling Berat Ujiannya: Para Nabi


Dalam hadis ini, Nabi Muhammad ﷺ menyatakan bahwa manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi, lalu orang-orang yang paling mirip dengan mereka dalam keimanan dan amal saleh.

Menurut Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari, ini menunjukkan bahwa besarnya ujian bukanlah tanda kemurkaan Allah, tetapi justru tanda cinta dan pemilihan dari Allah, karena Allah ingin mengangkat derajat mereka dan menyempurnakan keimanan serta menghapus dosa-dosanya.

2. “Al-Amtsal fal-Amtsal” – Semakin Mirip dengan Para Nabi, Semakin Berat Ujiannya

Frasa ini dijelaskan oleh al-Mubarakfuri dalam Tuhfat al-Ahwadzi (syarah Sunan Tirmidzi), bahwa “al-amtsal” maksudnya adalah orang-orang yang semakin tinggi dalam keimanan, amal, dan keikhlasan, sehingga mereka pun mendapatkan bagian dari ujian sebagaimana yang ditimpakan kepada para nabi. Ini menunjukkan bahwa kedekatan kepada Allah sejatinya membawa konsekuensi berupa ujian yang besar, karena itu bagian dari tarbiyah ilahiyah (didikan Allah).

3. Ujian Disesuaikan dengan Kadar Agama

Sabda Nabi:

 "فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ" 

(“seseorang diuji sesuai kadar agamanya”) menunjukkan prinsip ‘adl (keadilan Allah). Ujian tidak ditimpakan secara acak, melainkan diukur sebanding dengan kekuatan iman dan kesabaran hamba.


Menurut al-Qari dalam Mirqat al-Mafatih, jika seseorang memiliki keimanan yang kokoh, Allah akan memberinya ujian yang lebih berat sebagai bentuk penguatan, penyucian jiwa, dan peningkatan derajat. Sedangkan jika imannya lemah, ujiannya pun lebih ringan, agar tidak membuatnya hancur atau berpaling dari agama.

4. Tujuan Akhir: Bersih dari Dosa


Sabda Nabi

 ﷺ: "فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ"

(“Ujian tidak berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di bumi tanpa membawa dosa”)


Menurut Imam Nawawi, ini merupakan kabar gembira luar biasa, bahwa ujian adalah cara Allah menggugurkan dosa, bahkan sebelum seseorang meninggal. Ujian bisa menggantikan hukuman di akhirat, dan bagi orang-orang sabar, justru menjadi jalan menuju pengampunan dan kedekatan dengan Allah.

Kesimpulan Ulama:

  • Para ulama menafsirkan hadis ini sebagai:
  • Tanda kasih sayang Allah, bukan murka-Nya.
  • Ujian adalah bentuk pendidikan ruhani, bukan azab.
  • Makin tinggi iman, makin besar pula ujiannya, karena Allah ingin memurnikan dan menyempurnakan hamba-Nya.
  • Kesabaran dalam ujian adalah kunci keberhasilan dunia dan akhirat.


Hadis ini menjadi pelipur lara di era modern saat kita menghadapi berbagai tekanan sosial, ekonomi, maupun spiritual. Pesan moralnya: Jangan pernah mengukur nilai hidup dari ringan atau beratnya ujian, tapi dari bagaimana kita bersabar dan tetap teguh dalam agama di tengah badai kehidupan.

Hadis ini di perkuat oleh Al Qur'an 

Dalam surat al-Insyirah, ayat 5-6, Allah SWT berfirman sebagai berikut:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا , إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5-6).

Dengan demikian, ayat ini memberikan pelajaran penting bahwa ujian hidup bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses menuju kematangan iman dan kedekatan dengan Allah SWT. Dalam perspektif ini, setiap mukmin tidak boleh larut dalam keputusasaan saat menghadapi cobaan, karena di balik setiap kesulitan telah Allah janjikan kemudahan yang menyertainya.


Para ulama menafsirkan bahwa pengulangan ayat ini bukan sekadar gaya bahasa, melainkan menunjukkan ketegasan bahwa al-‘usr (kesulitan) adalah satu, sedangkan al-yusr (kemudahan) datang dua kali. Artinya, setiap ujian selalu diiringi dengan berbagai bentuk pertolongan dan peluang yang Allah bukakan. Hal ini juga selaras dengan sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang diriwayatkan Tirmidzi: bahwa manusia paling berat ujiannya adalah para nabi, lalu orang-orang shalih setelah mereka sesuai kadar keimanan mereka. Maka, ketika seseorang diuji, itu pertanda bahwa Allah tengah mendidik dan mengangkat derajatnya.


Ayat ini juga menunjukkan bahwa kesabaran adalah kunci utama dalam menghadapi kesulitan. Allah tidak pernah menjanjikan hidup tanpa cobaan, tetapi Dia menjamin bahwa cobaan itu tidak akan datang tanpa solusi. Maka dari itu, penting bagi setiap muslim untuk menanamkan optimisme, tidak berputus asa dari rahmat-Nya, dan terus memohon pertolongan melalui salat, doa, dan amal saleh.


Surat Al-Insyirah ayat 5-6 menjadi sumber kekuatan spiritual, bahwa di tengah tekanan dan derita, seorang hamba tetap bisa merasa tenang karena yakin bahwa pertolongan Allah lebih dekat daripada yang ia sangka.

Tantangan di era globalisasi 

Dalam era globalisasi yang penuh tantangan dan perubahan cepat, hadis tentang ujian ini menyampaikan beberapa pesan penting yang sangat relevan:


1. Kuatkan Keimanan di Tengah Arus Dunia:

Globalisasi membawa arus informasi, gaya hidup, dan nilai-nilai baru yang sering kali bertentangan dengan prinsip agama. Hadis ini mengingatkan kita bahwa semakin kuat iman seseorang, maka semakin besar pula ujiannya. Maka, penting untuk memperkuat pondasi agama agar tidak mudah goyah di tengah godaan zaman.


2. Ujian adalah Tanda Cinta Allah, Bukan Murka:

Di tengah kompetisi global, tekanan sosial, dan ketidakpastian hidup, banyak orang merasa gagal dan kehilangan arah. Hadis ini meneguhkan bahwa ujian bukanlah hukuman, melainkan cara Allah membersihkan hamba-Nya dan meninggikannya.


3. Jangan Iri pada Kesuksesan Semu:

Globalisasi menciptakan standar keberhasilan material yang sering menyesatkan. Hadis ini mengajarkan bahwa kemuliaan bukan diukur dari kekayaan atau ketenaran, tapi dari kesabaran dan keteguhan dalam menghadapi ujian.


4. Tetap Optimis dan Berprasangka Baik pada Allah:

Hidup di era globalisasi menuntut kecepatan dan hasil instan. Namun, hadis ini mengajarkan bahwa proses itu penting. Ujian yang panjang bisa menjadi jalan menuju ketenangan dan ampunan jika dijalani dengan sabar dan tawakal.


5. Menjadi Muslim Tangguh dan Visioner:

Era globalisasi menuntut individu yang tangguh mental dan kuat karakter. Hadis ini mengarahkan kita agar tidak menyerah, menjadikan agama sebagai fondasi, dan menghadapi setiap tantangan dengan semangat dan harapan.


Singkatnya, hadis ini mengajarkan bahwa di tengah zaman yang penuh ujian lahir-batin, menjadi pribadi beriman, sabar, dan istiqamah adalah kunci untuk tetap utuh dan unggul, baik di dunia maupun akhirat.

Comments