Menjaga Kebersihan Lingkungan: Pesan Hadis Rasulullah ﷺ di Era Modern

 

Sumber Gambar: Muhammadiyah

Menjaga Kebersihan Lingkungan: Pesan Hadis Rasulullah ﷺ di Era Modern - Autiya Nila Agustina - Kebersihan adalah salah satu nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Bahkan Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa “kebersihan adalah sebagian dari iman”. Artinya, seorang Muslim yang benar-benar memahami agamanya tidak akan pernah meremehkan urusan kebersihan, baik kebersihan diri, rumah, maupun lingkungan.

Namun realitas yang kita lihat saat ini, lingkungan di sekitar kita sering dipenuhi sampah, sungai tercemar limbah, udara dipenuhi polusi, dan hutan semakin habis ditebang. Ironisnya, sebagian besar masalah itu justru muncul di negeri-negeri Muslim yang seharusnya paling peka dengan ajaran menjaga kebersihan.

Padahal, Rasulullah ﷺ telah memberikan peringatan keras melalui hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA. Beliau bersabda:

"Takutlah kepada dua hal yang mendatangkan laknat." Para sahabat bertanya, "Apakah dua hal itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang yang membuang hajat di jalan umum atau di tempat orang berteduh." (HR. Muslim).

Hadis ini tampak sederhana, tetapi maknanya sangat dalam dan relevan di era modern. Mari kita kaji pesan Nabi ini agar bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.


Larangan Rasulullah ﷺ dalam Konteks Aslinya

Ketika Nabi ﷺ melarang umatnya membuang hajat di jalan umum atau di tempat orang berteduh, larangan ini bukan hanya soal adab, tetapi juga soal kesehatan, keselamatan, dan hak orang lain. Jalan umum adalah sarana bersama, sementara tempat berteduh dipakai orang banyak untuk beristirahat dari panas, hujan, atau angin. Jika tempat itu dikotori, tentu akan menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penyakit.

Karenanya, Nabi ﷺ menyebut perbuatan ini sebagai sesuatu yang mendatangkan laknat. Istilah laknat menunjukkan betapa seriusnya larangan tersebut. Artinya, perbuatan yang merugikan kenyamanan dan hak orang banyak dianggap sebagai dosa besar.


Menghubungkan Hadis dengan Kehidupan Modern

Di era sekarang, larangan ini bisa kita perluas maknanya. Jika di zaman Nabi orang dilarang buang hajat sembarangan, maka di zaman modern orang juga dilarang:

  • Membuang sampah sembarangan di jalan atau sungai.

  • Menyiram limbah pabrik ke sungai tanpa diolah.

  • Merusak udara dengan asap kendaraan atau pembakaran liar.

  • Menebang hutan sembarangan hingga menimbulkan banjir.

  • Menggunakan plastik sekali pakai lalu dibuang sembarangan hingga mencemari lautan.

Semua itu sejatinya sama dengan isi hadis Nabi ﷺ: mengotori ruang bersama yang seharusnya dijaga kebersihannya.


Kaidah Fikih: Tidak Membahayakan Diri dan Orang Lain

Islam memiliki kaidah fikih penting:

“La dharar wa la dhirar”
(Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain).

Jika membuang kotoran di jalan saja dilarang karena merugikan orang, bagaimana dengan mencemari sungai yang mengalir ke berbagai desa? Bagaimana dengan menebang hutan hingga satu kampung terkena banjir bandang? Jelas, dosanya jauh lebih besar.

Dengan kata lain, hadis Nabi ini menjadi pondasi bagi prinsip lingkungan modern: jangan mencemari, jangan merusak, dan jangan membahayakan orang lain.


Dalil Al-Qur’an tentang Menjaga Lingkungan

Selain hadis, Al-Qur’an juga memberikan peringatan tegas tentang larangan membuat kerusakan di bumi. Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56).

Kerusakan di sini bisa berupa pencemaran air, udara, tanah, maupun kerusakan sosial akibat keserakahan manusia. Semua bentuk pencemaran lingkungan termasuk dalam kategori kerusakan yang dilarang oleh Allah.

Bahkan Allah mengingatkan bahwa akibat ulah manusia, kerusakan akan kembali kepada mereka sendiri:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41).

Ayat ini sangat sesuai dengan kondisi kita hari ini: banjir, polusi, pemanasan global, dan perubahan iklim semuanya adalah akibat perbuatan manusia yang serakah dan tidak peduli dengan lingkungan.


Islam sebagai Agama Ramah Lingkungan

Banyak orang mengira bahwa isu lingkungan adalah isu modern. Padahal, Islam sudah mengajarkannya sejak 14 abad yang lalu. Rasulullah ﷺ bahkan pernah bersabda:

"Tidaklah seorang Muslim menanam sebuah pohon atau tanaman, kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, melainkan hal itu menjadi sedekah baginya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan betapa besar pahala menanam pohon dan merawat lingkungan. Pohon tidak hanya memberi oksigen, tetapi juga menjadi tempat hidup makhluk lain. Maka, menanam pohon adalah bentuk sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir.


Contoh Praktis dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Di Rumah Tangga

  • Membiasakan buang sampah pada tempatnya.

  • Memilah sampah organik (sisa makanan) dan non-organik (plastik, botol, kaleng).

  • Menghemat air saat berwudhu, mandi, atau mencuci. Rasulullah ﷺ berwudhu dengan air yang sangat sedikit.

  • Menanam tanaman di halaman rumah agar udara segar.

2. Di Sekolah atau Kampus

  • Membiasakan budaya bersih di lingkungan belajar.

  • Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dengan membawa botol minum dan wadah sendiri.

  • Ikut kegiatan penghijauan atau program daur ulang.

3. Di Tempat Kerja

  • Menghemat listrik dengan mematikan lampu dan AC yang tidak dipakai.

  • Mengurangi penggunaan kertas dengan memanfaatkan dokumen digital.

  • Menyediakan tempat sampah terpisah agar karyawan terbiasa memilah sampah.

4. Di Lingkungan Masyarakat

  • Tidak membuang sampah ke sungai atau selokan agar tidak banjir.

  • Ikut serta dalam kerja bakti membersihkan jalan dan fasilitas umum.

  • Menjadi teladan bagi anak-anak dalam menjaga kebersihan.

5. Dalam Skala Industri dan Pembangunan

  • Pabrik wajib mengolah limbah sebelum dibuang agar tidak mencemari sungai.

  • Menanam kembali pohon setelah penebangan.

  • Mengembangkan teknologi ramah lingkungan agar tidak menimbulkan polusi.


Menjaga Lingkungan sebagai Bentuk Ibadah

Yang perlu ditekankan adalah bahwa menjaga kebersihan lingkungan bukan hanya kewajiban sosial, tetapi juga ibadah. Ketika kita membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, atau mengurangi polusi, sesungguhnya kita sedang menunaikan amanah Allah sebagai khalifah di bumi.

Sebaliknya, merusak lingkungan bukan hanya melanggar aturan negara, tetapi juga melanggar perintah Allah. Rasulullah ﷺ menyebutnya sebagai perbuatan yang mendatangkan laknat, karena merugikan banyak orang sekaligus.

Maka, seorang Muslim yang sadar akan agamanya seharusnya menjadi yang paling peduli terhadap lingkungan. Negeri-negeri Muslim seharusnya menjadi contoh kebersihan, bukan justru menjadi yang paling parah pencemarannya.


Penutup

Hadis Rasulullah ﷺ tentang larangan membuang hajat di jalan umum atau di tempat berteduh memberikan pelajaran besar bagi kita semua. Pesan Nabi ini menegaskan bahwa menjaga kebersihan lingkungan adalah bagian dari iman. Larangan tersebut, ketika dibawa ke era modern, berarti larangan mencemari lingkungan dalam bentuk apa pun: membuang sampah sembarangan, merusak hutan, mencemari sungai, hingga membuat udara penuh polusi.

Islam adalah agama yang sangat peduli dengan kebersihan. Setiap Muslim seharusnya menyadari bahwa menjaga lingkungan bukan hanya urusan duniawi, tetapi juga ibadah yang bernilai pahala. Dengan menjaga bumi, kita bukan hanya menjaga kehidupan kita sendiri, tetapi juga generasi mendatang.

Mari kita renungkan kembali sabda Rasulullah ﷺ: “Takutlah kepada dua hal yang mendatangkan laknat…” Pesan ini mengingatkan kita untuk tidak mencemari ruang publik. Jika buang hajat sembarangan saja bisa mendatangkan laknat, bagaimana dengan pencemaran lingkungan skala besar? Tentu lebih berat dosanya.

Sudah saatnya umat Islam menjadi teladan dalam menjaga lingkungan. Dengan begitu, kita bukan hanya menunjukkan iman dalam ibadah ritual, tetapi juga dalam kepedulian terhadap bumi yang Allah titipkan kepada kita.

Comments