![]() |
| Sumber Gambar:Indonesia Kaya |
Candi Cetho Karanganyar, Candi Peruwatan Agama Hindu - Autiya Nila Agustina - Candi Cetho adalah salah satu peninggalan bersejarah yang menawan dari masa Kerajaan Majapahit. Terletak di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jemawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, candi ini berdiri di ketinggian sekitar 1.496 meter di atas permukaan laut. Keberadaannya tidak hanya menjadi saksi bisu kejayaan Hindu di Jawa, tetapi juga menyimpan fungsi spiritual yang unik, yaitu sebagai tempat peruwatan atau upacara membersihkan diri dari kutukan.
Sejarah dan Fungsi Spiritual
Candi bercorak Hindu ini diperkirakan selesai dibangun pada tahun 1475 M (1397 Saka). Bukti sejarah tersebut tertulis dalam prasasti berhuruf Jawa kuno yang berada di gapura candi. Prasasti itu menyebutkan bahwa candi ini didirikan sebagai tempat peruwatan, yakni sebuah ritual penting dalam tradisi Hindu untuk memohon keselamatan dan membersihkan diri dari kesialan hidup.
Pembangunan Candi Cetho sendiri diperkirakan dimulai pada 1451 M (1373 Saka). Hal ini diketahui dari sengkalan memet—penulisan tahun dengan simbol binatang dan tumbuhan—yang ditemukan di kompleks candi. Menurut peneliti Belanda, Bernet Kempers, sengkalan tersebut terdiri dari simbol belut, mimi, katak, dan kadal yang merepresentasikan angka tahun pembangunan.
Penemuan dan Pemugaran
Candi Cetho pertama kali diperkenalkan kepada dunia modern oleh Van der Vlies pada tahun 1842. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Stuterheim, Crucq, hingga Bernet Kempers. Saat ditemukan, Candi Cetho memiliki 14 teras, namun kini yang tersisa hanya 9 teras akibat kerusakan dan proses pemugaran.
Pemugaran besar dilakukan oleh Sudjono Humardani pada tahun 1975–1976. Namun, hasil pemugaran ini menuai kritik karena dianggap kurang sesuai dengan standar pelestarian cagar budaya. Meski begitu, bentuknya yang unik membuat Candi Cetho tetap menjadi daya tarik wisata dan spiritual.
Keunikan Kompleks Candi
Masing-masing teras di Candi Cetho memiliki ciri khas dan makna simbolik:
-
Teras Pertama: Gapura besar dengan arca penjaga, hasil tambahan saat pemugaran.
-
Teras Kedua: Petilasan Ki Ageng Kricingwesi, leluhur masyarakat Dusun Ceto.
-
Teras Ketiga: Batu berbentuk kura-kura raksasa (lambang penciptaan semesta) dan phallus raksasa (lambang penciptaan manusia).
-
Teras Keempat: Relief kisah Samudramanthana dan Garudeya, mempertegas fungsi candi sebagai tempat peruwatan.
-
Teras Kelima & Keenam: Pendapa tempat upacara keagamaan.
-
Teras Ketujuh: Arca Sabdapalon dan Nayagenggong, penasihat spiritual Prabu Brawijaya V.
-
Teras Kedelapan: Arca phallus “kuntobimo” dan arca Prabu Brawijaya V sebagai Mahadewa.
-
Teras Kesembilan: Area utama doa yang hanya dibuka saat upacara khusus.
Keunikan tersebut menjadikan Candi Cetho bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga tempat sakral yang menyimpan filosofi mendalam.
Wisata dan Akses
Candi Cetho kini menjadi salah satu tujuan wisata budaya populer di Jawa Tengah. Selain keindahan arsitektur dan pemandangan alam pegunungan yang sejuk, pengunjung juga dapat merasakan nuansa spiritual yang masih terjaga.
Candi ini buka setiap hari mulai pukul 09.00 hingga 17.00 WIB. Harga tiket masuk cukup terjangkau, yakni Rp3.000 untuk wisatawan domestik dan Rp10.000 untuk wisatawan mancanegara.
Tagar:
#JawaTengah #Pariwisata

Comments