Mbah Riyan: Tukang Bangunan Sederhana yang Mengguncang Dunia Ilmu

 

Sumber Tik Tok Ilalang Jalanan

Mbah Riyan: Tukang Bangunan Sederhana yang Mengguncang Dunia Ilmu - Autiya Nila Agustina -  Kisah hidup manusia sering kali diwarnai paradoks. Ada orang yang tampil mewah, penuh sorotan, dan dielu-elukan, padahal kontribusinya biasa saja. Sebaliknya, ada pula orang yang hidup sederhana, seolah tanpa gelar dan kehormatan duniawi, namun sebenarnya menyimpan samudra ilmu dan kebesaran yang tak kasatmata.

Di sebuah kampung sederhana di Kudus, Jawa Tengah, nama Mbah Riyan dikenal bukan sebagai profesor, ulama besar, apalagi tokoh internasional. Bagi masyarakat sekitar, ia hanyalah seorang tukang bangunan yang tangannya keras karena semen dan kapur. Orang-orang sering melihatnya duduk tenang di pinggir sungai, menunggu kailnya disambar ikan. Tak ada yang istimewa: tak ada sorban besar, tak ada gelar akademik, tak ada tanda kealiman yang mencolok.

Namun, di balik kesahajaan itu tersembunyi rahasia besar. Di dunia ulama internasional, namanya justru diagungkan dengan penuh takzim: Ibnu Harjo Al-Jawi, seorang muhaqqiq (peneliti kitab klasik) dan mu‘alliq (penyunting naskah ilmiah) yang karya-karyanya menjadi rujukan di berbagai perpustakaan dunia.

Kisah hidup Mbah Riyan adalah bukti bahwa kemuliaan sejati tidak selalu butuh panggung. Ia menunjukkan bahwa kebesaran bukan terletak pada status sosial atau gelar, melainkan pada keikhlasan, pengabdian, dan ketulusan dalam berilmu serta beramal.

Artikel ini akan membahas secara panjang dan mendalam tentang perjalanan Mbah Riyan, sosok yang mengajarkan pada kita arti sejati dari keilmuan, kesederhanaan, dan kebesaran jiwa.


Latar Belakang: Sosok Sederhana dari Kudus

Kudus dikenal sebagai salah satu kota santri di Indonesia. Di sana berdiri makam Sunan Kudus, ulama besar Wali Songo yang menyebarkan Islam dengan penuh hikmah. Dari kota ini pula lahir banyak tokoh agama, pesantren, dan tradisi keilmuan yang kuat.

Di tengah atmosfer religius inilah Mbah Riyan menjalani hidupnya. Namun, ia memilih jalur yang berbeda dari kebanyakan ulama: ia tidak menampilkan kealimannya di hadapan publik. Bagi masyarakat, ia hanyalah tukang bangunan.

Sehari-hari, ia bekerja mengaduk semen, membangun rumah, dan hidup dengan penghasilan sederhana. Tangannya kasar karena kerja keras, pakaiannya pun penuh debu. Jika ada waktu luang, ia duduk di tepi sungai dengan kail sederhana. Semua orang melihatnya biasa-biasa saja.

Namun, inilah yang membuat kisahnya begitu luar biasa. Di balik wajah ramah dan kesederhanaannya, tersembunyi identitas besar: seorang ulama internasional yang disegani.


Ibnu Harjo Al-Jawi: Nama Besar di Dunia Ilmu

Di dunia internasional, khususnya kalangan ulama Timur Tengah, Mbah Riyan dikenal dengan nama penuh takzim: Ibnu Harjo Al-Jawi. Julukan ini bukan sekadar nama, melainkan sebuah pengakuan atas kapasitas keilmuan yang dimilikinya.

Sebagai seorang muhaqqiq, Mbah Riyan memiliki keahlian meneliti, mengkaji, dan mengoreksi kitab-kitab klasik Islam yang sangat rumit. Banyak kitab ulama terdahulu yang memerlukan kajian mendalam untuk bisa dipahami dengan benar, dan di sinilah peran seorang muhaqqiq sangat penting.

Selain itu, ia juga seorang mu‘alliq, yakni pakar penyunting naskah. Tugas ini tidak mudah, karena melibatkan kemampuan membaca teks-teks kuno, memahami konteks sejarah, sekaligus menjaga orisinalitas karya ulama terdahulu.

Karya-karyanya meliputi:

  • 12 jilid kitab besar yang menjadi rujukan.

  • Lebih dari 100 naskah ilmiah yang tersebar di berbagai perpustakaan internasional.

Di berbagai universitas Islam dunia, khususnya di Timur Tengah, karya Ibnu Harjo Al-Jawi menjadi referensi utama. Ribuan kilometer dari kampungnya di Kudus, para ilmuwan dan ulama mengagumi ketajaman analisisnya.


Antara Kesederhanaan dan Keilmuan

Mbah Riyan sebenarnya bisa saja hidup di kota besar, mendapat penghargaan, bergelimang harta, dan dikelilingi sanjungan. Namun, ia memilih jalan lain. Ia memilih pulang, kembali ke kampungnya, bekerja dengan tangan sendiri, berbaur dengan warga, dan menemukan kedamaian di tepi sungai.

Inilah paradoks indah dari kehidupannya:

  • Di dunia internasional, ia dikenal sebagai ulama besar.

  • Di kampung halamannya, ia tetap Mbah Riyan tukang bangunan, orang sederhana yang ramah.

Sikap ini menunjukkan bahwa bagi dirinya, kemuliaan sejati tidak butuh panggung. Ia tidak mengejar sorotan atau pujian. Baginya, ilmu bukan untuk meninggikan diri, melainkan untuk memuliakan manusia.


Filsafat Hidup Mbah Riyan

Ada beberapa nilai penting yang bisa dipetik dari kisah hidup Mbah Riyan:

  1. Kesederhanaan sebagai kemuliaan
    Ia tidak tergoda dengan status sosial atau popularitas. Ia memilih hidup sederhana meski memiliki kapasitas luar biasa.

  2. Keikhlasan dalam berilmu
    Baginya, ilmu bukan alat mencari pujian, melainkan jalan menuju keridhaan Allah.

  3. Ketulusan dalam mencari nafkah
    Ia tetap bekerja sebagai tukang bangunan, menunjukkan bahwa mencari rezeki halal lebih mulia daripada bergantung pada popularitas.

  4. Ilmu untuk memuliakan manusia
    Pesan penting yang ia tunjukkan: ilmu tertinggi adalah ilmu yang memuliakan sesama manusia, bukan yang meninggikan diri sendiri.


Pesan Moral dari Kisah Mbah Riyan

Kisah ini memberikan banyak pelajaran bagi kita semua:

  • Jangan menilai orang dari tampilan luar.
    Siapa sangka seorang tukang bangunan di kampung kecil adalah ulama internasional yang disegani?

  • Kemuliaan tidak diukur dari gelar atau panggung.
    Justru kesederhanaan dan keikhlasan yang membuat seseorang mulia.

  • Ilmu harus dibarengi dengan akhlak.
    Tanpa akhlak, ilmu bisa menjadi alat kesombongan. Namun dengan akhlak, ilmu menjadi cahaya yang menerangi manusia.

  • Rezeki halal lebih mulia daripada kemewahan.
    Mbah Riyan tetap bekerja keras, menunjukkan bahwa kemuliaan bukan berarti meninggalkan kerja duniawi.


Relevansi di Zaman Modern

Di era sekarang, banyak orang berlomba-lomba mencari pengakuan. Media sosial membuat semua orang ingin tampil, pamer, dan mendapat sorotan. Popularitas sering dianggap sebagai ukuran kesuksesan.

Namun, kisah Mbah Riyan justru mengajarkan hal sebaliknya: kebesaran tidak butuh sorotan. Bahkan seorang ulama besar pun bisa hidup tersembunyi di balik jubah kesederhanaan.

Bagi generasi muda, pelajaran ini sangat penting. Bahwa tidak semua yang berkilau itu mulia, dan tidak semua yang sederhana itu biasa. Kadang, justru di balik kesederhanaan tersimpan kebesaran sejati.


Penutup

Kisah Mbah Riyan atau Ibnu Harjo Al-Jawi adalah kisah yang mengguncang hati. Dari seorang tukang bangunan sederhana, dunia kemudian mengenalnya sebagai ulama besar yang karya-karyanya menjadi rujukan internasional. Namun ia memilih hidup sederhana, membaur dengan masyarakat, dan tetap bekerja dengan tangannya sendiri.

Ia adalah bukti nyata bahwa kemuliaan sejati terletak pada keikhlasan, kesederhanaan, dan ketulusan. Bahwa ilmu tertinggi adalah ilmu yang memuliakan manusia, bukan yang meninggikan diri sendiri.

Semoga kisahnya menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tidak hanya mengejar sorotan, tetapi juga menapaki jalan ilmu dengan hati yang ikhlas.


Daftar Pustaka

  1. Veblen, Thorstein. The Theory of the Leisure Class. Dover Publications, 1994.

  2. Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. ISTAC, 1978.

  3. Nasr, Seyyed Hossein. Knowledge and the Sacred. SUNY Press, 1989.

  4. Ensiklopedi Islam Nusantara, edisi Kudus.

  5. Kisah inspiratif Mbah Riyan (Ibnu Harjo Al-Jawi), sumber unggahan @Xabier_99.

Comments