![]() |
Sumber Gambar: Dreamina AI |
Pendahuluan
Transformasi digital telah menjadi
keniscayaan di sektor keuangan global, termasuk dalam perbankan syariah. Dalam
menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan tantangan pasca-pandemi, perbankan syariah
dituntut untuk mengadopsi teknologi digital guna meningkatkan efisiensi, daya
saing, dan kepuasan nasabah tanpa meninggalkan prinsip-prinsip syariah.[1]
Perbankan syariah yang adaptif terhadap
digitalisasi tidak hanya menciptakan layanan yang cepat dan mudah diakses,
tetapi juga membangun ekosistem keuangan syariah digital yang inklusif,
berkelanjutan, dan berorientasi pada maqāṣid al-syarī‘ah.
8.1 Digitalisasi Produk dan Layanan Bank Syariah
Transformasi digital dalam perbankan syariah
mencakup digitalisasi produk, layanan, dan proses operasional berbasis syariah.
Beberapa bentuk
digitalisasi yang sudah berjalan di Indonesia antara lain:
- Mobile
banking dan internet banking syariah, seperti
BSI Mobile dan Aladin Mobile,
- E-opening
account berbasis e-KYC,
- Digital
pembiayaan mikro dengan akad murabahah atau ijarah,
- Layanan
zakat, wakaf, dan infaq online,
- Produk
tabungan berbasis mudharabah mutlaqah dengan sistem otomatisasi
nisbah.[2]
Digitalisasi ini
memungkinkan nasabah untuk melakukan seluruh transaksi secara mandiri dan aman,
sekaligus meningkatkan inklusi keuangan umat.
8.2 Core Banking System Berbasis Syariah
Digitalisasi bank syariah membutuhkan core
banking system (CBS) yang sesuai dengan karakteristik hukum Islam. CBS
adalah sistem utama yang mengelola data, transaksi, hingga rekam jejak
operasional bank.
Karakteristik CBS syariah antara lain:
- Modul
khusus akad syariah seperti murabahah,
musyarakah, mudharabah, ijarah, dan wakalah,
- Sistem
pencatatan pendapatan berbasis margin, bagi hasil, dan fee,
- Pemisahan
dana syirkah temporer dan non-temporer,
- Fitur
validasi akad secara digital dan transparan,
- Integrasi
sistem DPS dan pelaporan audit syariah.[3]
Namun, pengembangan sistem ini masih
menghadapi kendala karena banyak CBS yang berasal dari platform konvensional
yang diadaptasi, bukan dibangun dari dasar (native syariah). Hal ini dapat
berimplikasi pada ketidaksesuaian implementasi akad.
8.3 Tantangan Integrasi Fintech ke Perbankan
Kolaborasi antara bank syariah dan fintech
membuka peluang besar, namun juga menyimpan tantangan struktural dan fikih,
antara lain:
- Perbedaan
sistem dan arsitektur digital,
- Potensi
over-lapping dalam produk dan layanan,
- Kesulitan
mengintegrasikan akad hybrid,
- Tantangan
regulasi dalam pembagian tanggung jawab dan risiko,
- Masalah
kepatuhan syariah ketika pihak ketiga (startup fintech) belum sepenuhnya
tersertifikasi halal.[4]
Untuk mengatasi ini, diperlukan model
sinergi berbasis open banking syariah yang memungkinkan pertukaran
data dan layanan dengan tetap mengedepankan asas syariah dan prinsip
kehati-hatian (prudential banking).
8.4 Kolaborasi Bank dengan Startup Fintech
Kolaborasi strategis antara bank dan startup
fintech syariah merupakan langkah logis dalam mempercepat transformasi digital.
Bentuk-bentuk kolaborasi yang umum dilakukan meliputi:
- Bank
sebagai penyedia dana (funding partner) dalam
platform fintech,
- Integrasi
layanan mobile bank dengan e-wallet syariah,
- Penyediaan produk bersama, misalnya investasi mikro halal atau zakat digital,
- Kemitraan dalam edukasi dan literasi keuangan
syariah digital.
Contohnya, Bank Syariah Indonesia (BSI) bekerja sama dengan fintech ALAMI dalam pendanaan produktif UMKM berbasis syariah. Di sisi lain, Bank Aladin menggandeng startup Hijra untuk menghadirkan layanan neobank halal yang sepenuhnya digital. [5] Kolaborasi ini harus diawasi secara ketat agar tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar, tetapi juga tetap menjaga substansi syariah dalam transaksi digital, serta menghindari praktik-praktik batil yang tersembunyi di balik inovasi digital.
Penutup Bab 8
Transformasi digital dalam sektor perbankan
syariah tidak lagi menjadi pilihan, tetapi merupakan sebuah keniscayaan
strategis. Seiring dengan berkembangnya preferensi masyarakat terhadap layanan
keuangan berbasis teknologi, bank-bank syariah dituntut untuk berinovasi,
memperluas akses, dan memperkuat nilai tambah spiritual dari setiap layanan
yang ditawarkan.
Digitalisasi produk dan layanan bank syariah
memungkinkan hadirnya ekosistem keuangan Islam yang lebih inklusif dan efisien.
Namun, tantangan utama tetap ada, terutama dalam membangun sistem core
banking yang benar-benar berbasis syariah, mengintegrasikan akselerasi
fintech ke dalam struktur bank, serta mengembangkan kolaborasi strategis
dengan startup fintech tanpa mengabaikan prinsip-prinsip fikih muamalah.
Upaya integrasi ini harus disertai dengan
penguatan tata kelola digital, standar akad syariah digital, perlindungan
konsumen, dan fatwa yang progresif. Kolaborasi antarsektor juga perlu
dikelola dengan kesadaran bahwa digitalisasi bukan hanya soal efisiensi, tapi
juga sarana untuk mewujudkan maqāṣid al-syarī‘ah dalam
kehidupan ekonomi modern. Maka, transformasi digital perbankan syariah harus
tetap berpijak pada etika Islam dan orientasi keadilan sosial.
Daftar Pustaka Bab 8
- BSI dan ALAMI. Laporan Tahunan Kolaborasi
Ekosistem Fintech Syariah. Jakarta: BSI &
ALAMI, 2023.
- ISRA.
Sharia Compliance and Fintech Integration in Islamic Banking. Kuala
Lumpur: ISRA, 2023.
- Nurhayati,
Sri. Sistem Operasional Bank Syariah dan Transformasi Digital.
Jakarta: Salemba Empat, 2023.
- Otoritas Jasa Keuangan. Statistik Perbankan
Syariah Indonesia. Jakarta: OJK, 2024.
- Usmani,
Muhammad Taqi. An Introduction to Islamic Finance. Karachi:
Idaratul Ma’arif, 2002.
[1] Usmani, Muhammad Taqi. An
Introduction to Islamic Finance. Karachi: Idaratul Ma’arif, 2002, 117–118
[2] Otoritas
Jasa Keuangan. Statistik Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: OJK, 2024
[3] Nurhayati, Sri. Sistem
Operasional Bank Syariah dan Transformasi Digital. Jakarta: Salemba Empat,
2023, 201–204
[4] ISRA. Sharia Compliance and
Fintech Integration in Islamic Banking. Kuala Lumpur: ISRA, 2023
[5] BSI dan
ALAMI. Laporan Tahunan Kolaborasi Ekosistem Fintech Syariah. Jakarta: 2023
Comments