Jangan Terlena, Inilah Konsep Produktivitas dalam Islam

 Jangan Terlena, Inilah Konsep Produktivitas dalam Islam

Islam adalah agama yang sangat menghargai waktu, kerja keras, dan produktivitas. Larangan untuk bersantai-santai tanpa tujuan bukan berarti Islam melarang istirahat, tetapi lebih kepada penegasan bahwa waktu yang kita miliki adalah amanah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Sumber Gambar: Sindo News


Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah berfirman:

"Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap."
(QS. Al-Insyirah: 7–8)

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam tidak mengenal istilah “berhenti total” dalam kehidupan. Seseorang boleh beristirahat, tetapi hanya sebagai jeda untuk kembali berjuang dengan lebih kuat. Nabi Muhammad SAW pun mencontohkan kehidupan yang sangat aktif — beliau berdakwah, bekerja, memimpin umat, bahkan tetap menyempatkan waktu untuk keluarga dan ibadah malam.

Bahkan dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda:

“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.”
(HR. Bukhari)

Hadis ini menjadi pengingat penting bahwa waktu senggang bisa menjadi jebakan jika tidak digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Islam tidak melarang rekreasi atau hiburan, tetapi semua harus berada dalam batas wajar dan tidak membuat seseorang menjadi lalai terhadap tanggung jawab dunia dan akhirat.

Produktivitas Seimbang: Bekerja dan Beribadah

Islam juga mendorong umatnya untuk memiliki keseimbangan antara aktivitas duniawi dan ukhrawi. Bekerja dengan sungguh-sungguh dalam Islam termasuk bentuk ibadah. Seorang petani yang mencangkul, guru yang mengajar, atau pedagang yang jujur — semuanya mendapat pahala jika diniatkan karena Allah SWT.

Lebih dari itu, dalam berbagai ayat dan hadis, semangat untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain sangat dijunjung tinggi. Rasulullah SAW bersabda:

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain."
(HR. Ahmad)

Maka dari itu, larangan bersantai-santai dalam Islam sejatinya adalah dorongan agar umat Islam tidak menyia-nyiakan hidup mereka dengan kemalasan. Waktu adalah aset yang sangat berharga, dan setiap detik yang kita habiskan harus memiliki nilai — baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat.

Penutup

Dengan memahami nilai waktu dalam Islam, kita diajak untuk senantiasa introspeksi: apakah waktu kita hari ini sudah cukup produktif? Sudahkah kita menjadi pribadi yang aktif, bermanfaat, dan terus berproses menjadi lebih baik?

Jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Mulailah dari hal kecil: niatkan setiap aktivitas karena Allah, buat jadwal harian, dan biasakan evaluasi diri sebelum tidur. Karena sejatinya, seorang Muslim yang kuat adalah mereka yang selalu bergerak, berjuang, dan tidak membiarkan dirinya tenggelam dalam kenyamanan semu yang membunuh produktivitas.

Comments