Tradisi Masyarakat Jawa Menyambut Bulan Suci Ramadhan - A Rima Mustajab - Kehidupan masyarakat Jawa sangat erat kaitannya dengan adat dan tradisi, termasuk tradisi menyambut bulan suci Ramadhan. Berbagai daerah di Jawa, seperti Kabupaten Klaten, Boyolali, Salatiga, dan Yogyakarta, memiliki kebiasaan menyambut Ramadhan dengan acara "padusan," yaitu mandi di sumber-sumber air atau kolam pemandian. Di Semarang, Jawa Tengah, terdapat tradisi "Dugderan" yang berasal dari kata "dug" (suara bedug masjid yang ditabuh bertalu-talu) dan "der" (suara dentuman meriam yang ditembakkan setelah bedug ditabuh). Sementara itu, di Kudus ada tradisi menyambut Ramadhan yang dikenal sebagai "Dandangan."
![]() |
Dokumentasi Saat Dandhangan Yang Di Gelar Di Kudus (Sumber: Republika.com) |
Tradisi Dandangan di Kudus mirip dengan Dugderan di Semarang. Hingga kini, tradisi ini masih dilestarikan dan dilaksanakan setiap tahun untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Nama "Dandangan" berasal dari bunyi "Ndang" yang dihasilkan dari tabuhan bedug, yang terdengar seperti "Ndang-Ndang" (ayo) dan mengajak masyarakat Kudus serta sekitarnya untuk berkumpul di Masjid Menara guna menerima penjelasan dari Sunan Kudus tentang persiapan menyambut Ramadhan. Inilah yang membuat tradisi Dandangan menarik untuk diteliti lebih lanjut, khususnya mengenai asal-usul dan bentuk pelaksanaannya di Kudus.
Rumusan Masalah
Penelitian mini ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimana asal-usul tradisi Dandangan di kota Kudus?
2. Bagaimana bentuk tradisi Dandangan di kota Kudus?
Landasan Teori
Agama Islam mengajarkan agar para pemeluknya melakukan kegiatan-kegiatan ritualistik. Yang dimaksud dengan kegiatan ritualistik adalah berbagai bentuk ibadah sebagaimana yang tersimpul dalam rukun Islam, salah satunya yakni ibadah puasa. Ibadah puasa merupakan suatu bentuk pengendalian nafsu dalam rangka penyucian rohani. Ibadah puasa yang disyariatkan Islam juga telah mewarnai perilaku masyarakat Jawa sebagai bentuk penyucian ruhani untuk melengkapi doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Dalam keadaan tertentu, ketika seseorang memiliki cita-cita, selain berdoa, mereka juga melakukan puasa. Terdapat kebiasaan di antara masyarakat Jawa untuk berpuasa pada hari Senin dan Kamis, serta puasa sunnah lainnya. Puasa ini juga disebut dengan tirakat, yakni meninggalkan makan dan minum pada hari-hari tertentu, bahkan tirakat juga diartikan sebagai tidak tidur (jaga) semalam suntuk. Dari segi arti harfiah, tirakat berasal dari konsep Islam, yakni "taraka," yang berarti meninggalkan. Dalam konteks puasa, taraka mempunyai pengertian yang tidak berbeda dengan shaum atau siyam (ungkapan bahasa Jawa halus untuk menyebut puasa).
Masyarakat Jawa juga mengenal adanya tradisi menyambut datangnya ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Beberapa tradisi tersebut adalah tradisi "padusan" yang dirayakan di Kabupaten Klaten, Boyolali, Salatiga, bahkan Yogyakarta. Di Semarang terdapat tradisi "Dugderan," dan di Kudus terdapat tradisi "Dandangan" yang hampir serupa dengan tradisi Dugderan di Semarang. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Dandangan merupakan festival yang diadakan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Indonesia, untuk menandai dimulainya ibadah puasa pada bulan Ramadhan. Masjid Menara Kudus biasanya menjadi pusat keramaian pada acara ini. Menurut tradisi, nama Dandangan diambil dari suara beduk masjid tersebut saat ditabuh untuk menandai awal bulan puasa. Awalnya, Dandangan adalah tradisi berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus setiap menjelang Ramadhan untuk menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang penentuan awal puasa. Selanjutnya, kesempatan ini juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di sekitar masjid, sehingga akhirnya dikenal sebagai pasar malam yang ada setiap menjelang Ramadhan.
Bentuk Kegiatan Tradisi Dandangan di Kota Kudus
1. Perayaan
Pada perayaan ini, beragam barang dijual, dan pada masa kini sering diikuti oleh berbagai sponsor dari sejumlah industri besar. Meskipun demikian, ada satu mainan yang selalu terkait dengan festival ini, yaitu kepala "Barongan Gembong Kamijoyo." Selain itu, diadakan pula berbagai acara kebudayaan seperti festival rebana dan pawai (kirab).
2. Kirab
Kirab Dandangan menampilkan potensi dari sejumlah desa di Kudus, seperti visualisasi Kiai Telingsing, Sunan Kudus, rumah adat Kudus, batil (merapikan rokok), dan membatik. Kirab dimulai dari Jalan Kiai Telingsing menuju pangkalan ojek di kompleks Menara Kudus yang ada di Jalan Sunan Kudus dengan jarak sekitar 3 kilometer. Jumlah peserta arak-arakan Dandangan mencapai ratusan, terdiri dari kelompok seniman, masyarakat, dan pelajar. Puncak dari kegiatan tersebut diisi dengan teatrikal sejarah perayaan Dandangan. Kirab Dandangan ini merupakan upaya melestarikan budaya Kudus serta mengenalkan potensi wisata setempat kepada masyarakat luas.
Kondisi Lapangan
Perayaan tradisi "Dandangan" merupakan sebuah tradisi di Kota Kudus yang diadakan menjelang kedatangan bulan suci Ramadan. Dandangan adalah pasar malam yang diadakan di sekitar Menara Kudus, sepanjang Jalan Sunan Kudus, dan meluas ke lokasi-lokasi di sekitarnya, seperti ke selatan hingga alun-alun Simpang Tujuh dan ke utara hingga Pasar Jember (Jalan Kudus-Jepara). Pada tradisi Dandangan ini, diperdagangkan beraneka ragam kebutuhan rumah tangga mulai dari peralatan rumah tangga, pakaian, sepatu, sandal, hiasan keramik, hingga mainan anak-anak serta makanan dan minuman.
Tradisi ini sudah ada sejak 450 tahun yang lalu atau tepatnya sejak zaman Sunan Kudus (Syeh Ja'far Shodiq, salah satu tokoh penyebar agama Islam di Jawa). Pada saat itu, setiap menjelang bulan puasa, ratusan santri Sunan Kudus berkumpul di Masjid Menara untuk menunggu pengumuman dari Sang Guru tentang awal puasa. Para santri tidak hanya berasal dari Kota Kudus, tetapi juga dari daerah sekitarnya seperti Kendal, Semarang, Demak, Pati, Jepara, Rembang, bahkan sampai Tuban, Jawa Timur. Karena banyaknya orang berkumpul, tradisi Dandangan kemudian tidak sekadar mendengarkan informasi resmi dari Masjid Menara, tetapi juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di lokasi itu.
Para pedagang tersebut tidak hanya berasal dari Kudus, tetapi juga dari berbagai daerah sekitar Kudus, bahkan dari Jawa Barat dan Jawa Timur. Mereka biasanya berjualan mulai dua minggu sebelum puasa hingga malam hari menjelang puasa.
Kesimpulan
Tradisi Dandangan di Kota Kudus merupakan sebuah manifestasi budaya yang kaya dan telah berlangsung selama berabad-abad, mencerminkan semangat gotong royong dan kearifan lokal dalam menyambut bulan suci Ramadan. Dandangan bukan hanya sebuah pasar malam yang menawarkan berbagai kebutuhan rumah tangga dan hiburan, tetapi juga sebuah simbol keramaian dan kebersamaan yang diisi dengan kegiatan keagamaan dan sosial. Perayaan ini menunjukkan bagaimana masyarakat Kudus dan sekitarnya menjaga dan melestarikan warisan budaya mereka sambil beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Kehadiran pedagang dari berbagai daerah menambah kemeriahan dan keberagaman dalam perayaan Dandangan, menjadikannya sebuah acara yang tidak hanya dinantikan oleh masyarakat lokal tetapi juga oleh pengunjung dari luar daerah. Dengan demikian, tradisi Dandangan bukan hanya sekadar perayaan lokal, tetapi juga sebuah ajang yang mempererat hubungan sosial dan memperkaya budaya masyarakat Kudus. Melalui Dandangan, nilai-nilai tradisi dan agama tetap terjaga, sekaligus memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat setempat.
Comments