Makalah: Biografi Singkat Dan Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ilmu hadis merupakan satu ilmu yang sangat penting menjadi perhatian para ulama, karena selai ia sebagai pedoman islam kedua setelah Al-Quran, ia juga sebagai proteks jika suatu saat ada pihak yang ingin menghancurka islam. Wajar jika banyak pakar keilmuan mengataka kalau ilmu hadis lah yang susah dimanipulasi metodenya. Maka bayak umat islam yang berbondong-bondong mempelajari, meneliti dan mengajarkannya pada generasi kegenarsi . 
Di Indionesia penelitian hadis dimulai pada abad ke 17 dengan di tulisnya kitab-kitab hadis oleh Nur Al-Din al-Raniri dan ‘Abd al-rauf al-Sinkili. Hingga akhirnya sampai pada abad ke 20. Pada abad ke 20 ini ilmu hadis dan penelitian-penelitian hadis sudah sudah masuk kepperguruan tinggi, mulai dari Sarjana hingga Doktor.
Dr. Muhammad Syahudi Ismail merupakan salah satu mahasiswa yang belajar dan meneliti hadis dari perguruan tinggi (IAIN) Indonesia. Muhammad Syahudi Ismail dalam pemikiran pemahaman hadisnya memberi ruang yang cukup besar bagi ijtihad ketika memahami hadis Nabi, karena menurutnya situasi yang dialami masa kini dengan dimasa Nabi berbeda.
Rumusan Masalah

Bagaimana Biografi Singkat Dari Muhammad Syuhudi Ismail ?
Apa karya-Karya Muhammad Syuhudi Ismail ?
Bagaimana Konstruksi Metodologi Syuhudi Isma’il Dalam Memahami Hadis?



Batasan Masalah
Batasan Masalah Dalam Makalah Pemikirian Syuhudi Ismail Sebagai Berikut :
Biografi Singkat Dari Muhammad Syuhudi Ismail.
Apa karya-Karya Muhammad Syuhudi Ismail.
Bagaimana Konstruksi Metodologi Syuhudi Isma’il Dalam Memahami Hadis.


BAB II
PEMBAHASAN
Biografi Syuhudi Isma’il
Muhammad Syuhudi Ismail adalah salah satu seorang intelektual Indonesia yang banyak menekuni keilmuwan Hadits. Pemikirannya berkenaan dengan pengembangan kajian hadits yang banyak dituangkan dalam sejumlah buku-bukunya. Syuhudi Ismail  juga sangat produktif menulis artikel mengenai hadits di berbagai media, termasuk media surat kabar lokal dan nasional. Hal tersebut menjadi sebuah alasan Badaitul Razikin dan kawan-kawannya menempati urutan ke-78 dalam bukuna 101 Jejak Tokoh Indonesia.
M. Syuhudi Ismail dilahirkan di Lumajang, Jawa Timur, pada tanggal 23 April 1943. Setelah menamatkan Sekolah Rakyat Negeri (6 Tahun) di Sidorejo, Lumajang Jawa Timur pada tahun 1955, kemudian M. Syuhudi Ismail melanjutkan pendidikanya ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Malang selama 4 tahun dan tamat pada tahun 1959. Selanjutnya ia meneruskan Sekolah Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) di Yogyakarta selama 3 tahun dan tamat pada tahun 1961.
Syuhudi Isma’il meneruskan pendidikannya ke Fakultas Syari‘ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga di Yogyakarta, cabang Makasar (IAIN Makasar), selama 4 tahun, kemudian mendapatkan ijazah sarjana muda pada tahun 1965. Kemudian ia melanjutkan ke Fakultas Syari‘ah IAIN Alauddin Ujung Pandang tamat pada tahun 1973. Kemudian beliau mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studinya (S-2) pada program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tamat pada tahun 1985. Kemudian ia meneruskan studinya (S-3) pada lembaga yang sama dan tamat pada tahun 1987.
Mengenai riwayat pekerjaanya, ia pernah menjadi pegawai Pengadilan Agama Tinggi (Mahkamah Syari‘ah Provinsi) di Ujung Pandang pada tahun 1967 sampai pada tahun 1970. Selanjutnya ia pernah menjadi Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang pada tahun 1973 sampai 1978, ia juga pernah menjabat sebagai sekretaris Kopertais Wilayah VIII al-Jami‘ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang pada tahun 1979 sampai pada tahun 1982. M. Syuhudi Ismail juga aktif berkecimpung dalam bidang pendidikan, terutama dalam kegiatannya sebagai staf pengajar di berbagai Perguruan Tinggi Islam di Ujung Pandang, antara lain Fakultas Syari‘ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang sejak tahun 1967, selanjutnya pada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Muhammadiyah (UNISMUH) Makasar di Ujung Pandang sejak tahun 1979, kemudian pada Fakultas Usuluddin dan Fakultas Syari‘ah Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Ujung Pandang sejak tahun 1976 sampai 1982, dan pada Pesantren IMMIM Tamalanrea Ujung Pandang sejak tahun 1973 sampai 1978.
Karya-Karya Syuhudi Isma’il
Adapun karya-karya dari Syuhudi Ismail di antaranya sebagai berikut: 
Hadits  Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Hadits Tekstual dan Kontekstual (Telaah Ma`anil Hadits tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal), Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
Pengantar Ilmu Hadits, Bandung, Angkasa, 1991.
Kaedah Keshahihan Sanad Hadits (Telaah Kritis dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan Bintang 1988. Secara umum, karya-karya Syuhudi Ismail di bidang hadits merujuk pada sumber yang jelas, baik kitab klasik maupun modern. Kitab-kitab yang dirujuk tidak hanya bersumber pada kitab Sunni Klasik, tetapi juga bermazhab Syi`ah,  seperti al-Qur`an fi al-Islam karya al-Sayyid Muhammad Husain Al-Thabathaba`i.

Konstruksi Metodologi Syuhudi Isma’il Dalam Memahami Hadis.
Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail disini merupakan pikirannya yang meliputi prinsip-prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memahami hadis. Berikut ini beberapa hal yang ditempuh Syuhudi Ismail dalam memahami hadis:
Memahami Hadis Melalui Analisis Teks
Dalam memahami hadis, langkah pertama yang ditempuh oleh Muhammad Syuhudi Ismail ialah melakukan analisis teks hadis dengan mengidentifikasi bentuk matan hadis yang terdiri dari jami’ al-kalim (ungkapan singkat padat makna), tamsil (perumpamaan), bahasa simbolik (ramzi), bahasa percakapan (dialog), ungkapan analogi (qiyasi), dan lain-lain.
Contoh matan hadis yang berbentuk jawami’ al-kalim ialah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Perang itu siasat”. Hadis tersebut berlaku secara universal, karena tidak terikat ruang dan waktu tertentu. Artinya, perang yang dilakukan dengan cara dan alat apapun itu pasti memerlukan siasat.Lalu ada pula matan hadis yang berbentuk tamṡil. Contoh hadis yang berbentuk tamṡil bahwa Nabi Muhammad SAW berskata, “Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir”. Menurut Syuhudi, hadis tersebut lebih tepat dipahami secara kontekstual.
Selanjutnya merupakan contoh matan hadis yang berbentuk tamsil (perumpamaan). Syuhudi Ismail menjelaskan bahwa terdapat suatu hadis yang menunjukkan bahwa Nabi menganalogikan manusia dengan unta, sehingga perbedaan warna kulit antara  bapak dan anaknya dapat disebabkan oleh warna kulit yang berasal dari nenek moyang anak tersebut. Sedangkan pada hadis kedua, berisi tentang perumpamaan antara perbuatan halal dan haram ketika menyalurkan hasrat seksual.
Hal tersebut nampaknya sesuai dengan syarat hadis analogi yang ditetapkannya, yaitu keduanya (antara obyek analogi dan obyek yang dianalogikan) mempunyai hubungan yang sangat logis. Pada hadis-hadis tersebut,Syuhudi ingin menunjukkan aspek universalitas hadis terkait yang berisi analogi didalamnya. Secara umum, dalam matan hadis yang mengandung jawami’ al-kalim ini Muhammad Syuhudi Ismail melihat bahwa Nabi Muhammad mempunyai kemampuan untuk menyatakan ungkapan-ungkapan yang singkat dan padat makna.
Muhammad Syuhudi Ismail dalam analisis teks ini merupakan upaya pengklasifikasian dalam rangka memahami makna hadis dari sisi teks. Baik jami’ al- kalim (ungkapan singkat padat makna), tamsil (perumpamaan), bahasa simbolik (ramzi), bahasa percakapan (dialog), dan ungkapan analogi (qiyasi) sangat terkait dengan teks, yang difungsikan oleh Muhammad Syuhudi Ismail sebagai indikator untuk melihat keberlakuan suatu hadis. berkata, “Masalah anakmu yang berkulit hitam itu semoga berasal juga dari keturunan nenek moyangnya, dan nenek moyang anakmu yang berkulit hitam tidaklah menurunkan keturunan yang menghilangkan tanda-tanda keturunan darinya” (HR. Bukhari-Muslim). Dalam Muhammad Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual.

Memahami Hadis dengan Mempertimbangkan Konteks Hadis
Muhammad Syuhudi Ismail dalam hal memahami hadis juga melibatkan konteks munculnya sebuah hadis. Maka, Syuhudi melihat konteks hadis menjadi dua segi, yaitu pertama, dari segi posisi dan fungsi Nabi, lalu yang kedua, dari segi situasi dan kondisi dimana suatu hadis muncul.
Posisi dan Fungsi Nabi
Muhammad Syuhudi Ismail melihat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat diidentifikasi perannya dalam banyak  fungsi, antara lain sebagai Rasululah, kepala negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, hakim, dan  pribadi. Kapasitas Nabi sebagai pemimpin misalnya dapat dilihat sebagai berikut:
Nabi Muhammad SAW berkata, “Senantiasa urusan (khilafah/pemerintahan) ini di tangan suku Quraisy sekalipun tinggal dua orang dari mereka”.
Muhammad Syuhudi Ismail mengungkapkan bahwa hadis-hadis Nabi yang menyangkut fungsi Nabi sebagai pemimpin berlakunya hanya secara temporal, bukan universal. Yang menjadi qarinah (indikator) nya adalah ketetapan yang ada dalam hadis-hadis diatas bersifat primordial, yakni sangat mengutamakan orang Quraisy. Oleh karena itu, hadis- hadis tersebut tidak tepat jika dimaknai secara tekstual apa adanya, karena akan bertentangan dengan hadis Nabi yang lain.
Hal tersebut didasarkan pada al-Qur’an, yaitu Surat Ali ‘Imran: 144, dan al-Kahfi: 110. Juga didasarkan pada fakta sejarah melalui berbagai hadis yang ada. Selengkapnya dalam Muhammad Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual.
Kemudian contoh lain hadis yang  muncul dalam kapasitas Nabi sebagai manusia biasa seperti berikut:
Dari Ibnu Syihab dari ‘Abbad bin Tamim dari Pamannya bahwa dia melihat Rasulullah SAW berbaring di dalam masjid dengan meletakkan satu kakinya di atas kaki yang lain”.
Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, posisi tidur Nabi tersebut merupakan posisi yang membuat Nabi merasa nyaman. Sikap tidur Nabi yang digambarkan dalam hadis diatas muncul berkaitan dengan kapasitas Nabi sebagai pribadi. Konsekuensi dari pemahaman Syuhudi Ismail tersebut ialah adanya kebolehan untuk berbeda dengan posisi tidur Nabi tersebut, disesuaikan dengan kenyamanan masing-masing.
Dari pembagian yang dilakukan oleh Muhammad Syuhudi Ismail terkait posisi Nabi di atas nampak bagaimana upayanya untuk mengetahui konteks hadis muncul. Dengan mengidentifikasi posisi atau fungsi Nabi saat hadis terkait muncul, sehingga dapat diketahui situasi dan kondisi saat itu. Jika hadis muncul ketika kapasitas Nabi sebagai Rasulullah maka ketetapan yang  ada dalam hadisnya menjadi wajib untuk diikuti, dan berlaku secara universal. Jika selain itu (seperti sebagai manusia biasa, hakim, pribadi, dan lain-lain) maka ketetapan yang ada dalam hadisnya bisa  saja berlaku secara temporal ataupun lokal.
Situasi Dan Kondisi Dimana Suatu Hadis Muncul.
Hadis pada kemunculannya melibatkan situasi dan kondisi yang mengitarinya. Situasi dan kondisi yang mengitari munculnya hadis ini dapat secara tetap maupun berubah-ubah. Karenanya, dari sisi tersebut setidaknya kemunculan hadis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang tetap dan yang tidak tetap (berubah-ubah).
Konteks Situasi Dan kondisi Yang Tetap.
Situasi dan kondisi yang melatarbelakangi kemunculan hadis secara tetap maksudnya adalah tidak ada hadis lain yang muncul dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Dari sini, Muhammad Syuhudi Ismail ini masih membagi kembali menjadi dua, yaitu hadis yang mempunyai sebab spesifik-khusus, dan ada pula hadis yang mempunyai sebab yang umum, atau tidak secara khusus. Berikut pembagian keduanya:
Hadis yang mempunyai sebab khusus contoh hadis ini adalah sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda, “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”.
Hadis tersebut mempunyai sebab khusus berupa asbāb al-wurūd. Asbāb al-wurūd hadis tersebut adalah pada peristiwa petani kurma yang sedang mengawinkan pohon kurmanya, lalu Nabi lewat dihadapan petani tersebut.29 Dengan melihat sebab khusus hadis tersebut, Muhammad Syuhudi Ismail menyimpulkan pemahaman kontekstual diperlukan untuk memahaminya.
Hadis yang Tidak Mempunyai Sebab Khusus
Jika sebelumnya terdapat hadis yang mempunyai sebab  khusus,  maka selanjutnya adalah hadis yang tidak mempunyai sebab khusus. Karakter hadis  ini adalah tidak ada sebab yang spesifik berkaitan dengan hadis yang muncul, tetapi bisa dilihat dari kondisi sosial secara luas dimasa Nabi hidup. Contoh hadis ini adalah: Rasulullah SAW bersabda, “Kita ini adalah ummat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung satu bulan itu jumlah harinya segini dan segini, yaitu sekali berjumlah dua puluh sembilandan sekali berikutnya tiga puluh hari”.
Hadis tersebut muncul pada situasi di zaman Nabi Muhammad dimana kondisi sosial saat itu masih banyak orang tidak pandai pandai membaca, menulis, dan melakukan hisab awal Bulan Qamariah. Fakta tersebut tentu berbeda dengan kenyataan di masa kini bagaimana telah banyak dijumpai orang yang pandai membaca, menulis, dan melakukan hisab awal bulan. Bahkan sudah ada yang bisa memanfaatkan teknologi yang sangat canggih untuk mengetahui berlangsungnya awal Bulan Qamariah.
Ada lagi contoh hadis yang tidak mempunyai sebab secara khusus, seperti berikut:
Rasulullah SAW bersabda, “Cukurlah kumis kalian dan biarkanlah jenggot kalian (panjang)”.
Dari hadis diatas, Muhammad Syuhudi Ismail mengaitkannya dengan kondisi geografis. Dimana hadis tersebut muncul di wilayah Timur Tengah. Dimana wilayah tersebut secara alamiah  dikaruniakan rambut (kumis dan jenggot) yang subur. Sehingga jika dipahami secara tekstual  hadis tersebut tidak relevan dengan orang- orang Indonesia yang kumis dan jenggotnya jarang. Pemahaman secara  kontekstual disini mutlak dilakukan, sehingga aktifitas berlomba-lomba mencukur kumis dan memelihara jenggot tidak terkesan dipaksakan.
Adanya maksud hadis tanpa didahului sebab tertentu ialah karena hadis tersebut muncul tidak terikat oleh konteks situasi  dan kondisi saat itu. Hadis-hadis yang dijadikan Muhammad Syuhudi Ismail contoh diatas lebih bersifat informatif, sehingga keberlakuannya bisa secara universal maupun temporal. Tergantung  dari pemaknaannya, apakah tekstual  ataukah kontekstual, karena memang tidak terikat oleh konteks saat itu yang membuat pemahamannya lebih fleksibel.
Konteks Situasi dan Kondisi Yang Berubah
Hadis yang muncul dalam situasi dan kondisi yang berubah (tidak tetap) ini merupakan beberapa hadis yang membahas satu problem yang sama, akan tetapi secara waktu munculnya berbeda, juga kandungan hukum didalamnya. Contohnya ialah sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kalian mendatangi tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya. Saat buang air besar atau buang air kecil, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat.”.
Kemudian ada hadis lain yang berbunyi: Dari Abdullah bin Umar berkata, “Sungguh, aku pernah naik ke atas loteng rumah, lalu aku melihat Rasulullah SAW duduk di atas dua batu dengan menghadap ke Baitul Maqdis saat buang air besar”.
Kedua hadis tersebut memaparkan problem yang sama, tetapi mengandung makna yang berbeda. Dari pernyataan tersebut lalu menimbulkan kesan bahwa ada terdapat pertentangan antar hadis. Muhammad Syuhudi Ismail dalam menyelesaikan hadis-hadis yang tampak bertentangan tersebut, lalu menggunakan metode al-Jam’u wa at-Taufiq. Hadis pertama yang melarang buang hajat menghadap kiblat adalah untuk konteks membuang hajat di ruang terbuka. Sedangkan hadis kedua, jika buang hajat dilakukan di ruang tertutup (seperti kamar mandi/wc) tidak berlaku larangan tersebut. Dengan kata lain, Syuhudi Ismail berupaya mendudukkan hadis sesuai konteksnya masing-masing.
Secara umum dari kajian diatas, menunjukkan bahwa memahami hadis dengan mengaitkan latar belakang  terjadinya sangat penting dilakukan. Tidak hanya serta-merta mengaplikasikan tanpa mengetahui sebab-sebab yang mendasari munculnya suatu hadis. Dari sini dapat dikatakan pemahaman hadis dengan melibatkan latar belakang ini erat berkaitan dengan aspek konteks dalam hermeneutika.
Poin pertama yakni Hadis yang mempunyai sebab khusus termasuk mikro. Sedangkan hadis yang tidak mempunyai sebab khusus dan yang berkaitan dengan keadaan sedang terjadi termasuk makro. Selain itu, dalam melihat konteks munculnya hadis, Muhammad Syuhudi Ismail terlihat menggunakan ijtihad (rasio) dalam mengaitkannya dengan latar belakangnya. Baik itu secara sosial, budaya, geografis, IPTEK, dan lain-lain yang secara logis berkaitan.























BAB III
KESIMPULAN
Muhammad Syuhudi Ismail adalah salah satu seorang intelektual Indonesia yang banyak menekuni keilmuwan Hadits. Pemikirannya berkenaan dengan pengembangan kajian hadits yang banyak dituangkan dalam sejumlah buku-bukunya. Syuhudi Ismail  juga sangat produktif menulis artikel mengenai hadits di berbagai media, termasuk media surat kabar lokal dan nasional. Hal tersebut menjadi sebuah alasan Badaitul Razikin dan kawan-kawannya menempati urutan ke-78 dalam bukuna 101 Jejak Tokoh Indonesia.
Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail disini merupakan pikirannya yang meliputi prinsip-prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memahami hadis. Berikut ini beberapa hal yang ditempuh Syuhudi Ismail dalam memahami hadis.
Dalam memahami hadis, langkah pertama yang ditempuh oleh Muhammad Syuhudi Ismail ialah melakukan analisis teks hadis dengan mengidentifikasi bentuk matan hadis yang terdiri dari jami’ al-kalim (ungkapan singkat padat makna), tamsil (perumpamaan), bahasa simbolik (ramzi), bahasa percakapan (dialog), ungkapan analogi (qiyasi), dan lain-lain.
Muhammad Syuhudi Ismail dalam hal memahami hadis juga melibatkan konteks munculnya sebuah hadis. Maka, Syuhudi melihat konteks hadis menjadi dua segi, yaitu pertama, dari segi posisi dan fungsi Nabi, lalu yang kedua, dari segi situasi dan kondisi dimana suatu hadis muncul.













DAFTAR PUSTAKA

Razikin, Badaitul. Muchlisin Asti, Juanidi Munif, Abdul. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Jakarta: E- Nusantara, 2009).
Ismail, Syuhudi. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan Dengan Pemdekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 
Ahmad, Arifuddin. Paradigma Baru Memahami Hadits Nabi: Refleksi Pemikiran Pembaharuan Prof. Dr. Muhammad Syuhudi Ismail, (Jakarta: Renaisan, 2005)
Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma`ani al-Hadits tentang ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994)

Comments