Biografi KH Syamsul Hadi (Kolutan) Pati – Bagian 1 - Autiya Nila Agustina - Sejarah Islam di Jawa Tengah tidak bisa dilepaskan dari peran para ulama dan kiai yang menjadi motor dakwah sekaligus penggerak pendidikan pesantren. Salah satu ulama yang meninggalkan jejak kuat di Kabupaten Pati, khususnya di wilayah Kecamatan Jaken, adalah KH Syamsul Hadi. Beliau adalah tokoh karismatik yang mengabdikan hidupnya untuk menyiarkan agama Islam, membina masyarakat, serta merintis perkembangan Dukuh Kolutan sebagai pusat pendidikan agama.
| Sumber Gambar: Samin News |
Artikel ini akan mengulas secara mendalam biografi KH Syamsul Hadi berdasarkan sumber-sumber sejarah dan tradisi lisan masyarakat. Bagian pertama ini difokuskan pada asal-usul keluarga, masa kecil, pendidikan, hingga peran awal beliau di Kolutan.
Dukuh Kolutan: Basis Keilmuan Islam di Jaken
Desa Sumberejo di Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, memiliki lima dukuh: Ngulaan, Blimbing, Genengan, Grogol, dan Kolutan. Dari kelima dukuh tersebut, Kolutan menempati posisi khusus. Bukan hanya karena letaknya strategis, tetapi juga karena perannya sebagai pusat kegiatan keagamaan.
Ketua Umum Yayasan Keluarga Syamsul Hadi, Zamahsari, menyebut bahwa Kolutan mendapat julukan “Dukuh Santri”. Sebutan itu muncul karena sejak awal abad ke-20, dukuh ini menjadi tempat berkumpulnya santri dari berbagai daerah. Hal tersebut tentu tidak lepas dari kiprah KH Syamsul Hadi, seorang ulama kharismatik yang menetap di sana dan membuka pengajian untuk masyarakat luas.
Kelahiran dan Asal-Usul Keluarga
KH Syamsul Hadi lahir pada 5 April 1872 di Dukuh Padakan, Desa Sumberagung, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati. Nama asli beliau adalah Syarif. Namun, setelah menimba ilmu di pondok pesantren, namanya diganti menjadi Imam Subari, sesuai tradisi pesantren yang sering memberi nama baru kepada santri.
Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, beliau mendapat gelar baru yaitu Syamsul Hadi, yang kemudian dikenal luas hingga akhir hayatnya. Nama ini menjadi identitas beliau sebagai ulama besar yang dihormati di Pati dan sekitarnya.
Ayah dan Ibu KH Syamsul Hadi
Ayah beliau adalah Sarman bin Hamzah, seorang modin (pengurus masjid sekaligus tokoh agama desa) di Dukuh Padakan, Sumberagung. Dari ayahnya, Syamsul Hadi mewarisi tradisi keagamaan dan kedisiplinan.
Ibunya adalah Saminah binti Mangun Asro, berasal dari Dukuh Wungwung, Desa Arumanis. Kakek beliau, Mangun Asro, juga seorang modin desa. Hal ini memperlihatkan bahwa KH Syamsul Hadi berasal dari keluarga religius yang kuat tradisi Islamnya.
Dengan latar belakang keluarga seperti itu, tidak heran bila sejak kecil beliau sudah terbiasa dengan pendidikan agama dan disiplin ibadah.
Masa Kecil dan Pendidikan
Sejak kecil, Syarif (nama kecil KH Syamsul Hadi) dikenal cerdas dan tekun dalam belajar. Ayahnya membimbing langsung dasar-dasar membaca Al-Qur’an, fikih ibadah, serta doa-doa. Tidak lama kemudian, beliau dikirim untuk belajar ke pondok pesantren.
Pendidikan di Pesantren
Tradisi belajar di pesantren menjadi jalan penting bagi beliau untuk menimba ilmu agama secara mendalam. Nama Imam Subari disematkan kepadanya ketika beliau menuntut ilmu di pesantren. Di pesantren itulah beliau mempelajari kitab-kitab kuning, mulai dari:
- Fikih (Hidayatul Mustafid, Fathul Qarib, dan sejenisnya)
- Tauhid (Aqidatul Awam, Sanusi, dsb.)
- Tafsir dan Hadis
- Tasawuf dan akhlak (Bidayatul Hidayah, Ihya’ Ulumuddin)
Ketekunan dan kecerdasannya membuat beliau cepat dikenal sebagai santri yang unggul. Sejumlah guru pesantren bahkan mempercayakan kepadanya tugas untuk membimbing santri lain.
Perjalanan ke Makkah
Momentum penting dalam hidup beliau adalah ketika berkesempatan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Setelah kembali dari Makkah, beliau mendapat gelar kehormatan Syamsul Hadi. Perjalanan haji tidak hanya memperdalam spiritualitas, tetapi juga memperluas wawasan keislaman beliau dengan bertemu ulama-ulama dunia Islam.
Kiprah Dakwah di Kolutan
Setelah pulang dari pesantren dan Makkah, KH Syamsul Hadi memutuskan untuk menetap di Dukuh Kolutan. Beliau membuka pengajian dan majelis taklim di rumahnya yang kemudian berkembang menjadi pusat kegiatan keagamaan.
Langkah ini sangat berpengaruh. Kolutan yang sebelumnya hanyalah dukuh biasa berubah menjadi pusat pendidikan agama. Santri dari berbagai daerah berdatangan untuk belajar. Karena itulah Kolutan kemudian dijuluki sebagai “Dukuh Santri”.
Metode Pengajaran
KH Syamsul Hadi dikenal sebagai guru yang tegas, sederhana, dan penuh kasih. Beliau tidak hanya mengajarkan kitab, tetapi juga membina akhlak santri. Prinsip beliau sederhana: ilmu tanpa akhlak tidak akan bermanfaat.
Dalam setiap pengajian, beliau menekankan pentingnya:
- Shalat berjamaah tepat waktu.
- Membaca dan memahami kitab kuning.
- Hidup sederhana dan mandiri.
- Menghormati guru dan orang tua.
Pengaruh Sosial dan Keagamaan
Kehadiran KH Syamsul Hadi membawa perubahan besar di Kolutan dan sekitarnya. Ada beberapa aspek pengaruh beliau:
- Pendidikan – Lahirnya generasi santri yang kemudian menjadi kiai, guru ngaji, dan tokoh masyarakat.
- Sosial – Masyarakat semakin guyub dan religius, dengan tradisi pengajian rutin, tahlilan, dan shalawatan.
- Budaya – Dukuh Kolutan berkembang menjadi pusat aktivitas Islam tradisional, mempertahankan nilai-nilai pesantren di tengah arus modernisasi.
Tidak hanya masyarakat sekitar, pengaruh KH Syamsul Hadi juga menjangkau desa-desa lain di Kecamatan Jaken dan bahkan wilayah Pati bagian selatan.
Peringatan Haul KH Syamsul Hadi
KH Syamsul Hadi wafat pada tanggal 27 Rajab. Sejak wafatnya, masyarakat dan keluarga rutin memperingati haul beliau setiap tahun. Peringatan haul ini tidak hanya sebagai bentuk doa untuk almarhum, tetapi juga sebagai sarana memperkuat ukhuwah Islamiyah.
Dalam haul, biasanya diadakan:
- Pengajian akbar dengan menghadirkan ulama dari berbagai daerah.
- Pembacaan tahlil dan doa bersama.
- Silaturahmi keluarga besar dan para alumni santri.
Tradisi ini terus dijaga oleh Yayasan Keluarga KH Syamsul Hadi, yang mengelola makam sekaligus mengembangkan kegiatan keagamaan di Kolutan.
Warisan Keilmuan dan Pesan Moral
KH Syamsul Hadi meninggalkan warisan berharga bagi masyarakat:
- Pesantren Kolutan yang menjadi pusat pendidikan agama.
- Santri-santri alumni yang menyebarkan dakwah Islam ke berbagai daerah.
- Nilai akhlak berupa kesederhanaan, keteguhan iman, dan kecintaan kepada ilmu.
Pesan moral yang selalu beliau tekankan adalah agar Kolutan menjadi sumber ilmu. Harapan ini kini diwujudkan melalui berkembangnya kegiatan pendidikan dan pesantren di wilayah tersebut.
Penutup
Biografi KH Syamsul Hadi memperlihatkan bahwa lahirnya seorang ulama besar tidak bisa dilepaskan dari latar belakang keluarga religius, pendidikan pesantren, dan perjalanan spiritual. Dari Dukuh Padakan hingga Kolutan, beliau mengabdikan diri untuk masyarakat dan menjadikan Kolutan sebagai pusat ilmu agama.
Bagian pertama dari biografi ini baru mengulas tentang asal-usul, pendidikan, dan kiprah awal beliau. Pada bagian berikutnya, akan dibahas lebih detail tentang perjuangan beliau membina pesantren, pengalaman spiritual, hingga peran keluarga dan yayasan dalam melanjutkan warisan beliau.
Comments