Hadis Shâhih: Pengertian, Syarat, Macam, dan Tingkatannya

 Pati - Hadis Shâhih: Pengertian, Syarat, Macam, dan Tingkatannya -Hadis merupakan salah satu sumber utama ajaran Islam setelah Al-Qur’an. Dalam kajian ilmu hadis, penting untuk memahami kategori hadis berdasarkan tingkat keshahihannya, karena hal ini menentukan apakah suatu hadis dapat dijadikan hujah dalam beragama atau tidak. Di antara berbagai kategori hadis, hadis shâhih menempati kedudukan tertinggi dalam aspek validitas dan keotentikannya.


Hadis shâhih adalah hadis yang sanadnya bersambung hingga Rasulullah ﷺ, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhâbit, serta terbebas dari syâdz (kejanggalan dalam periwayatan) dan illat (cacat tersembunyi). Karena keabsahannya yang kuat, hadis ini menjadi pedoman utama dalam menetapkan hukum Islam dan memahami ajaran Nabi Muhammad ﷺ. Para ulama hadis, seperti Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, telah melakukan upaya besar dalam menyeleksi hadis-hadis yang mencapai derajat shâhih.


Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang hadis shâhih, mulai dari pengertiannya, syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadis dikategorikan sebagai shâhih, macam-macam hadis shâhih, serta istilah dan tingkatan-tingkatannya. Pemahaman yang komprehensif mengenai hadis shâhih akan membantu kita dalam mengidentifikasi hadis-hadis yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam memahami ajaran Islam secara lebih mendalam dan autetik.

1. Pengertian Hadis Shâhih


Hadis shâhih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhâbit, serta terbebas dari syâdz (kejanggalan) dan illat (cacat tersembunyi). Hadis ini memiliki derajat tertinggi dalam ilmu hadis dan menjadi hujah dalam syariat Islam. Imam al-Nawawi mendefinisikan hadis shâhih sebagai hadis yang memiliki sanad muttasil (bersambung) hingga Nabi Muhammad ﷺ tanpa ada cacat sedikit pun.


2. Syarat-Syarat Hadis Shâhih


Sebuah hadis dapat dikategorikan sebagai hadis shâhih jika memenuhi lima syarat utama:


a. Sanad Bersambung (Muttasil)


Sanad hadis harus bersambung dari perawi pertama hingga Nabi Muhammad ﷺ tanpa ada perawi yang terputus. Jika dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak dikenal atau ada jeda dalam periwayatan, maka hadis tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai hadis shâhih.


b. Periwayatnya Adil


Perawi hadis harus memiliki sifat adil, yakni bertakwa, tidak fasik, dan tidak dikenal sebagai pendusta. Kejujuran dan ketakwaan menjadi faktor utama dalam menentukan keadilan seorang perawi.


c. Periwayatnya Dhâbit


Seorang perawi harus memiliki tingkat hafalan yang kuat (dhâbit), baik dalam ingatan maupun dalam pencatatan. Ada dua jenis dhâbit:


1. Dhâbit shadr: Kemampuan perawi dalam menghafal hadis dengan akurat tanpa ada kesalahan.



2. Dhâbit kitab: Kemampuan perawi dalam menjaga catatan hadis yang ia miliki dari kesalahan dan perubahan.




d. Terhindar dari Syâdz


Hadis shâhih harus terbebas dari syâdz, yaitu periwayatan yang bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat. Jika suatu hadis memiliki sanad yang lengkap tetapi bertentangan dengan riwayat yang lebih sahih dan lebih banyak, maka hadis tersebut dikategorikan sebagai hadis syâdz.


e. Terhindar dari Illat


Illat dalam hadis adalah cacat tersembunyi yang dapat mengurangi kesahihannya. Illat ini sering kali tidak terlihat secara langsung dan hanya bisa diketahui oleh para ahli hadis dengan penelitian mendalam.


3. Macam-Macam Hadis Shâhih


Hadis shâhih terbagi menjadi dua jenis utama:


a. Shahih Lidzâtihi


Hadis yang memenuhi semua syarat hadis shâhih tanpa perlu adanya penguatan dari hadis lain. Hadis ini memiliki tingkat kesahihan tertinggi.


b. Shahih Lighairihi


Hadis yang asalnya tidak mencapai derajat shahih lidzâtihi, tetapi menjadi shâhih karena diperkuat oleh sanad lain yang lebih kuat. Biasanya, hadis hasan yang memiliki banyak jalur periwayatan bisa meningkat menjadi shâhih lighairihi.


4. Istilah-Istilah dalam Hadis Shâhih


Dalam kajian hadis shâhih, terdapat beberapa istilah yang sering digunakan, di antaranya:


Muttafaq ‘alaih: Hadis yang disepakati keshahihannya oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.


Musnad: Hadis yang memiliki sanad bersambung sampai ke Nabi Muhammad ﷺ.


Muttasil: Hadis yang sanadnya bersambung tanpa ada perawi yang terputus.


Gharib: Hadis yang hanya memiliki satu jalur periwayatan.



5. Tingkatan-Tingkatan Hadis Shâhih


Hadis shâhih memiliki beberapa tingkatan berdasarkan kualitas perawi dan sanadnya:


a. Dari Segi Ke-Dhâbitan dan Keadilan Perawi


1. Hadis shâhih tertinggi: Diriwayatkan oleh perawi yang sangat kuat hafalannya dan memiliki sifat adil yang sempurna.



2. Hadis shâhih menengah: Diriwayatkan oleh perawi yang adil dan memiliki tingkat dhâbit yang baik, tetapi tidak sekuat tingkatan tertinggi.



3. Hadis shâhih terendah: Hadis yang sanadnya lengkap tetapi memiliki perawi dengan tingkat hafalan yang lebih rendah dibandingkan tingkatan di atasnya.




b. Dari Segi Keshahihan yang Terpenuhi


1. Hadis muttafaq ‘alaih: Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka.



2. Hadis shâhih menurut Bukhari saja: Hadis yang hanya diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari.



3. Hadis shâhih menurut Muslim saja: Hadis yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim.



4. Hadis shâhih menurut ulama lainnya: Hadis yang dinyatakan sahih oleh ulama hadis lainnya seperti Imam Abu Dawud, Tirmidzi, atau Ibnu Hibban.




Kesimpulan


Hadis shâhih merupakan hadis yang memiliki sanad bersambung, perawi yang adil dan dhâbit, serta terbebas dari syâdz dan illat. Hadis ini menjadi pedoman utama dalam Islam karena tingkat keshahihannya yang tinggi. Dalam kajian ilmu hadis, hadis shâhih memiliki beberapa tingkatan dan istilah yang membedakannya dengan hadis lain. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai hadis shâhih sangat penting bagi para penuntut ilmu agama.


Comments

Postingan Populer

Keuangan Islami: Konsep, Prinsip, dan Implementasi

Saat Gus Baha Kritik Pemikiran Aristoteles dan Plato Soal Konsep Tauhid

Hikmah Perintah Tasbih kepada Nabi Muhammad dalam Menghadapi Kaum Pembangkang menurut Gus Baha