![]() |
Sumber Gambar: Orang Istimewa |
Indonesia adalah negeri yang kaya akan tradisi. Setiap suku bangsa memiliki ritual dan adat yang bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga sarat akan makna filosofis dan spiritual. Salah satu tradisi yang hingga kini masih lestari di kalangan masyarakat Jawa adalah Upacara Tedhak Siten.
Upacara ini menjadi simbol penting dalam kehidupan seorang anak, khususnya ketika ia mulai menginjak tanah untuk pertama kalinya. Meskipun pada pandangan orang awam, peristiwa ini tampak sederhana, namun sesungguhnya ia memuat filosofi yang mendalam tentang kesiapan hidup, doa restu orang tua, dan langkah awal menuju kehidupan yang penuh makna.
Sayangnya, di tengah modernisasi, banyak keluarga Jawa melaksanakan tradisi ini secara formalitas tanpa memahami sepenuhnya makna yang terkandung di dalamnya. Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, setiap tahap dan simbol dalam upacara ini menyimpan pesan luhur yang bisa menjadi pedoman hidup.
Artikel ini akan membedah secara lengkap pengertian, sejarah, makna, tata cara, simbol-simbol, nilai moral, hingga relevansi Upacara Tedhak Siten di era modern. Tujuannya, agar pembaca tidak hanya mengetahui apa itu Tedhak Siten, tetapi juga mampu meresapi pesan filosofis yang terkandung di dalamnya.
1. Pengertian dan Sejarah Tedhak Siten
Kata "Tedhak Siten" berasal dari bahasa Jawa. Tedhak berarti "turun" atau "melangkah", sedangkan Siten berasal dari kata siti yang berarti "tanah". Secara harfiah, Tedhak Siten bermakna turun ke tanah.
Tradisi ini dilakukan ketika seorang bayi pertama kali menginjak tanah, biasanya pada usia sekitar tujuh atau delapan bulan dalam hitungan kalender Jawa (bukan kalender Masehi).
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, momen pertama kali bayi menginjak tanah adalah simbol dimulainya perjalanan hidup di dunia yang nyata. Sebelum momen ini, bayi dianggap masih sepenuhnya berada dalam perlindungan orang tua dan rumah, sehingga belum "terhubung" langsung dengan alam tempat manusia hidup. Dengan menginjak tanah, sang anak dianggap siap untuk menjalani proses kehidupan dengan segala tantangannya.
Secara historis, Tedhak Siten sudah dilakukan sejak masa kerajaan-kerajaan Jawa kuno. Upacara ini diyakini berakar dari kepercayaan agraris, di mana tanah dianggap sebagai ibu kehidupan yang memberi makan dan tempat berpijak. Menginjak tanah berarti mengikat hubungan spiritual dengan bumi dan memohon restu agar kehidupan sang anak diberkahi.
2. Makna Filosofis Tedhak Siten
Gambar yang Anda tunjukkan tadi sudah merangkum inti filosofi Tedhak Siten, yakni:
-
Deskripsi:
Tradisi yang dilakukan saat bayi menginjak tanah untuk pertama kalinya, mengandung simbol kesiapan mental dan spiritual dalam menjalani kehidupan. -
Nilai Luhur:
Mengajarkan bahwa setiap langkah dalam hidup harus disertai doa, restu orang tua, dan kesiapan batin. -
Fakta:
Banyak keluarga Jawa kini melewati proses ini secara simbolis tanpa tahu makna filosofisnya. -
Pesan:
Langkah pertama anak bukan hanya jasmani, tapi juga langkah menuju kehidupan penuh makna.
Jika diperluas, filosofi Tedhak Siten mencakup beberapa aspek penting:
-
Kesiapan Mental dan Spiritual
Menginjak tanah bukan sekadar gerakan fisik, melainkan simbol kesiapan menghadapi kehidupan. Anak diharapkan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, tabah, dan siap menghadapi pasang surut kehidupan. -
Restu dan Doa Orang Tua
Dalam budaya Jawa, restu orang tua adalah kunci keberkahan hidup. Tedhak Siten menjadi momen di mana orang tua mendoakan anaknya agar senantiasa dilindungi Tuhan dan dijauhkan dari marabahaya. -
Keterhubungan dengan Alam
Tanah adalah simbol kehidupan. Dengan menginjak tanah, anak dianggap mulai terhubung dengan siklus alam, dari lahir, tumbuh, hingga kelak kembali ke tanah.
3. Tata Cara Pelaksanaan Upacara
Meskipun setiap daerah di Jawa mungkin memiliki sedikit variasi, umumnya prosesi Tedhak Siten meliputi tahapan berikut:
-
Persiapan Hari Baik
Orang tua akan menentukan hari baik berdasarkan penanggalan Jawa, biasanya dipilih hari yang dianggap membawa keberuntungan. -
Persiapan Perlengkapan
Termasuk:-
Tangga dari tebu wulung (tebu berwarna ungu)
-
Nasi tumpeng kecil tujuh warna
-
Jajan pasar (kue tradisional)
-
Uang logam
-
Kandang ayam mini berisi mainan
-
Kurungan ayam
-
Air bunga untuk mandi
-
-
Prosesi Turun Tangga
Anak dipandu untuk menuruni tangga dari tebu wulung sebagai simbol menuruni jalan kehidupan. -
Menginjak Tanah
Anak untuk pertama kalinya menapakkan kaki di tanah, biasanya di halaman rumah. -
Memasuki Kandang Ayam
Anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam berisi mainan dan benda-benda profesi (stetoskop, buku, alat tulis, uang, dsb.). Benda yang diambil pertama dipercaya mencerminkan minat atau profesi masa depan anak. -
Mandi Kembang
Sebagai simbol penyucian lahir batin dan pembuka jalan rezeki. -
Pembagian Berkat
Makanan dan uang dibagikan kepada tamu undangan sebagai bentuk syukur.
4. Makna Simbol-Simbol
Setiap benda dalam Tedhak Siten memiliki makna tersendiri:
-
Tebu Wulung – simbol keteguhan hati dalam menapaki kehidupan.
-
Nasi Tumpeng Tujuh Warna – melambangkan keragaman kehidupan yang penuh warna dan tantangan.
-
Kandang Ayam & Mainan Profesi – simbol kebebasan memilih jalan hidup.
-
Air Kembang – pembersihan dan keberkahan.
-
Uang Logam – rezeki dan kesejahteraan.
5. Fakta Sosial di Era Modern
Seperti yang tertulis pada gambar, banyak keluarga kini hanya melaksanakan Tedhak Siten sebagai formalitas atau sekadar momen foto. Makna filosofisnya sering terabaikan. Hal ini terjadi karena:
-
Minimnya pengetahuan generasi muda tentang simbolisme tradisi.
-
Pengaruh budaya praktis dan instan.
-
Pergeseran nilai ke arah perayaan modern yang lebih fokus pada hiburan.
6. Relevansi dan Pelestarian
Tedhak Siten masih sangat relevan jika dipahami sebagai sarana pendidikan nilai sejak dini. Orang tua bisa menggunakan momen ini untuk mengajarkan anak tentang doa, kerja keras, dan pentingnya restu keluarga. Pelestarian dapat dilakukan melalui:
-
Dokumentasi dan publikasi di media sosial dengan penjelasan makna.
-
Edukasi di sekolah tentang budaya lokal.
-
Pelibatan tokoh adat dalam setiap prosesi.
7. Pesan Moral
Seperti pesan di gambar:
"Langkah pertama anak bukan hanya jasmani, tapi juga langkah menuju kehidupan penuh makna."
Maksudnya, orang tua diingatkan bahwa membesarkan anak tidak cukup hanya memberi makan dan pakaian. Yang lebih penting adalah membekali mereka dengan nilai-nilai moral, spiritual, dan mental yang kuat.
8. Penutup
Upacara Tedhak Siten bukan sekadar tradisi, melainkan warisan budaya yang sarat filosofi. Ia mengajarkan kesiapan menghadapi hidup, pentingnya restu orang tua, dan keterhubungan manusia dengan alam. Menjaga tradisi ini berarti menjaga identitas budaya dan nilai luhur yang akan membentuk karakter generasi mendatang.
Comments