Nikmat Dunia: Jalan Menuju Syukur atau Jalan Menuju Lupa?
Setiap manusia pasti pernah menerima nikmat—baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Tapi apakah kita sadar bahwa setiap nikmat adalah amanah, bukan hanya untuk dinikmati, tapi juga untuk diuji? Kenikmatan bisa menjadi jalan menuju syukur dan kedekatan dengan Allah, atau justru menjadi sebab kita lalai, kufur, dan jauh dari-Nya.
![]() |
| Sumber Gambar: Dakwah Islami |
Bahaya Kufur Nikmat
Kufur nikmat adalah bentuk ingkar terhadap karunia Allah. Ia bukan hanya kehilangan rasa syukur, tapi juga mengabaikan tanggung jawab terhadap nikmat yang diberikan. Dalam jangka panjang, kufur nikmat bisa menjauhkan kita dari rahmat dan keberkahan, baik di dunia maupun akhirat.
Macam-Macam Nikmat
Nikmat terbagi dua: lahiriah seperti harta, kesehatan, kedudukan, dan batiniah seperti iman, ketenangan hati, serta ilmu. Sering kali kita terlalu sibuk memelihara nikmat lahiriah, namun lalai mensyukuri dan menjaga nikmat batiniah yang justru lebih menentukan kebahagiaan sejati.
Lupa kepada Sang Pemberi Nikmat
Tanda seseorang lupa kepada Allah sebagai pemberi nikmat dapat dilihat dari sikap sombong, merasa cukup, tidak lagi rajin beribadah, dan lebih mencintai dunia daripada akhirat. Inilah awal mula kerusakan jiwa.
Menjaga Keberkahan Nikmat
Tidak semua nikmat membawa berkah. Jika ia membuat kita jauh dari Allah, itu bisa menjadi istidraj—kenikmatan yang menipu, yang sejatinya adalah hukuman tertunda. Agar nikmat tetap berkah, kita harus senantiasa bersyukur, menggunakannya di jalan kebaikan, dan tidak lupa berdoa agar Allah menjaga hati kita.
Nikmat Sebagai Ujian
Jangan tertipu. Nikmat bukan hanya karunia, tapi juga ujian. Sebagaimana musibah menguji kesabaran, maka nikmat menguji keimanan dan keikhlasan. Apakah kita masih ingat Allah dalam kelapangan seperti kita mengingat-Nya dalam kesempitan?
Membedakan Nikmat Sejati dan Tipuan Dunia
Nikmat sejati adalah yang mendekatkan kita kepada Allah. Jika harta, jabatan, atau ketenaran menjauhkan kita dari ibadah dan zikir, maka itu bukan nikmat, melainkan tipu daya dunia. Uji setiap kenikmatan dengan satu pertanyaan sederhana: “Apakah ini membuatku lebih taat?”
Muhasabah Diri
Setiap kita perlu bertanya kepada diri sendiri: apakah nikmat yang aku miliki hari ini membuatku semakin cinta kepada Allah? Atau justru semakin lalai dan nyaman dalam dunia yang fana? Jawaban dari pertanyaan ini akan menentukan arah perjalanan spiritual kita ke depan.
Penutup
Nikmat itu bukan sekadar pemberian, tapi juga pengingat. Jangan biarkan nikmat menjadikan kita lupa kepada Sang Pemberi. Mari kita jaga nikmat dengan syukur, istiqamah, dan keikhlasan, agar ia menjadi jalan menuju ridha Allah, bukan istidraj yang menjerumuskan.

Comments