Teori Pendidikan Jawa Kuno - Suatu teori adalah pengetahuan yang disusun secara konseptual, bersifat direktif untuk pemikiran serta penemuan dalam praktik yang disusun secara logis, deskriptif, dan eksplanatif (Barnadib, 1996). Barnadib menyatakan bahwa teori pendidikan dapat muncul dari tiga ranah utama: (1) berasal dari ilmu filsafat dan ilmu bantu seperti antropologi, psikologi, dan sosiologi; (2) sebagai reaksi terhadap fenomena sosial lainnya; dan (3) hasil kajian dari praktik pendidikan. Banyak ahli telah mengembangkan teori pendidikan baik yang berakar dari filsafat maupun dari pengalaman empiris dalam dunia pendidikan.
Thomas (1997) berusaha membangun teori pendidikan yang berasal dari praktik, sementara Chung (2005) menekankan keuntungan jika teori pendidikan dikembangkan berdasarkan praktik. Novak (2011) mengembangkan teori pendidikan berbasis konstruktivisme dan pembelajaran bermakna (meaningful learning) dari David Ausubel. Richard Peters membangun teori pendidikan dengan dasar etika serta mengembangkan dua paradigma pendidikan, yaitu Criteria of Education dan Education as Initiation (Beckett, 2011). John Dewey mengembangkan teori pendidikan berbasis pragmatisme, yang kemudian diaplikasikan dalam sistem sekolah oleh Johnston dan Koepfer (2009) serta dalam aspek kurikulum oleh Stuckart (2016). Teori pendidikan lainnya yang lahir dari filsafat pragmatisme meliputi teori pendidikan petualangan (adventure education) oleh Prouty, Panicucci, dan Collinson (Munnings, 2007) serta teori pendidikan kewirausahaan oleh Griffiths et al. (2012).
Berdasarkan paradigma filsafat Jawa Kuno, dapat disusun teori pendidikan yang menjelaskan berbagai aspek penting dalam pendidikan, termasuk tujuan, siswa, konten pembelajaran, strategi pengajaran, evaluasi pendidikan, serta peran guru.
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan utama pendidikan dalam filsafat pendidikan Jawa Kuno adalah menghilangkan egoisme, keserakahan, dan kebencian. Egoisme merupakan rasa keakuan yang tinggi, keserakahan adalah ketidakpuasan dengan apa yang dimiliki, dan kebencian adalah perasaan tidak suka ketika orang lain bahagia serta senang melihat penderitaan orang lain. Sebaliknya, pendidikan harus menanamkan jiwa sosial, rasa syukur atas apa yang telah diperoleh, dan pengembangan welas asih sebagai kesadaran dasar yang ditanamkan secara terus-menerus dalam seluruh aspek pendidikan.
Tujuan khusus pendidikan dalam filsafat Jawa Kuno serupa dengan paradigma pendidikan lainnya, yaitu mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan bertindak sehingga peserta didik memiliki kecakapan dalam pengetahuan yang tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga berkontribusi pada kemajuan peradaban manusia.
2. Siswa dalam Pendidikan Jawa Kuno
Dalam pendidikan Jawa Kuno, siswa dipandang sebagai individu yang memiliki potensi bawaan sejak lahir serta kemampuan yang berkembang melalui pembelajaran. Setiap individu membawa sifat dasar yang dikenal sebagai sattva (kebijaksanaan), rajah (ambisi dan energi), dan tamah (kemalasan atau ketidakpedulian). Pendidikan bertujuan untuk menyeimbangkan ketiga sifat tersebut agar menghasilkan individu yang bijaksana, dinamis, tetapi tetap memiliki kendali diri yang baik.
3. Konten dan Strategi Pembelajaran
Materi pembelajaran dalam pendidikan Jawa Kuno mencakup lima aspek utama perkembangan manusia: (1) kesadaran, (2) ingatan, (3) kognitif, (4) afektif, dan (5) psikomotorik. Metode pembelajaran dilakukan dalam kondisi khusus yang mendukung pencapaian hasil pendidikan, seperti melalui laku atau praktik spiritual yang meliputi Tapa, Brata, Yoga, dan Samadhi. Pendekatan ini menekankan pembelajaran yang holistik dan menyeluruh, melibatkan aspek mental, emosional, spiritual, serta fisik.
4. Evaluasi Pendidikan
Evaluasi dalam pendidikan Jawa Kuno tidak hanya berfokus pada hasil akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter dan kesadaran spiritual peserta didik. Keberhasilan pendidikan tidak diukur hanya dari nilai akademis, tetapi juga dari bagaimana seseorang mampu menerapkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari serta berkontribusi terhadap masyarakat dengan penuh kesadaran dan kebijaksanaan.
5. Peran Guru dalam Pendidikan Jawa Kuno
Guru dalam sistem pendidikan Jawa Kuno memiliki peran sentral sebagai pembimbing spiritual dan intelektual. Seorang guru tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga memberikan teladan dalam perilaku dan kehidupan sehari-hari. Pendidikan tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga melalui interaksi langsung dengan guru yang membimbing siswa dalam menjalani kehidupan yang penuh makna.
Kesimpulan
Teori pendidikan Jawa Kuno mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan kesadaran spiritual. Dengan pendekatan yang holistik, pendidikan Jawa Kuno menekankan keseimbangan antara aspek intelektual, emosional, dan spiritual. Dengan demikian, pendidikan dapat menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kepedulian sosial, kesadaran diri yang tinggi, serta kemampuan untuk menjalani kehidupan dengan bijaksana dan harmonis.
Comments