Solidaritas sosial dalam pemikiran Ibn Khaldun memainkan peran sentral
Solidaritas sosial dalam pemikiran Ibn Khaldun memainkan peran sentral dalam menjelaskan proses terbentuknya dan hancurnya suatu negara atau peradaban. Ia mengembangkan konsep solidaritas ini melalui gagasan **`ashabiyah`**, yang menggambarkan ikatan kesukuan atau kelompok yang kuat dan menjadi fondasi utama bagi masyarakat pada tahap awal perkembangan suatu negara. Solidaritas sosial tidak hanya penting untuk membentuk suatu komunitas atau negara, tetapi juga untuk menopang dan menjaga stabilitas negara dalam beberapa tahap perkembangannya.
### 1. **Ashabiyah sebagai Fondasi Kekuatan Negara**
Pada tahap awal, solidaritas sosial dalam bentuk `ashabiyah` merupakan elemen utama yang memungkinkan masyarakat bersatu dan berjuang bersama. Solidaritas yang kuat, berdasarkan ikatan kekerabatan, etnisitas, atau agama, mendorong masyarakat untuk bekerja sama menghadapi tantangan eksternal seperti ancaman dari suku atau bangsa lain. Dalam pandangan Ibn Khaldun, `ashabiyah` adalah daya dorong yang menciptakan kekuatan kolektif, memungkinkan masyarakat menegakkan pemerintahan yang berfungsi sebagai perlindungan dan pemelihara kehidupan bersama.
Contoh nyata solidaritas sosial ini dapat dilihat dalam formasi kelompok-kelompok nomaden yang mengandalkan hubungan kekeluargaan dan ikatan sosial yang kuat untuk bertahan hidup dan mendirikan negara. Dalam konteks ini, negara yang terbentuk pada dasarnya adalah refleksi dari kekuatan solidaritas sosial kelompok tersebut.
### 2. **Solidaritas dan Perkembangan Negara**
Setelah negara terbentuk dan mencapai stabilitas, solidaritas sosial tetap penting, tetapi perannya mulai berubah. Pada tahap ini, menurut Ibn Khaldun, solidaritas dalam bentuk `ashabiyah` mulai mengalami penurunan karena kekuasaan negara semakin terpusat di tangan penguasa. Meskipun solidaritas masih diperlukan untuk mempertahankan negara, peran `ashabiyah` secara bertahap tergantikan oleh kontrol politik dan ekonomi yang dilakukan oleh penguasa.
Di tahap ini, solidaritas masih hadir dalam bentuk loyalitas kepada penguasa, tetapi mulai terjadi pergeseran dari solidaritas horizontal (antaranggota masyarakat) ke arah solidaritas vertikal (antara masyarakat dan penguasa). Hal ini dapat mengurangi kekuatan `ashabiyah` asli yang menjadi fondasi awal negara tersebut, karena penguasa mulai bergantung lebih pada birokrasi dan kekuatan militer daripada pada dukungan solidaritas sosial dari masyarakat.
### 3. **Peran Agama dalam Memperkokoh Solidaritas**
Ibn Khaldun juga menyadari bahwa agama dapat memperkuat solidaritas sosial, terutama pada tahap awal perkembangan negara. Dalam hal ini, agama berperan sebagai faktor penyatu yang memperkuat `ashabiyah`, menciptakan semangat kolektif yang lebih kuat dalam masyarakat. Agama menawarkan nilai-nilai yang bisa mengatasi perbedaan etnis atau kesukuan, dan membantu memperluas lingkup solidaritas sosial dari ikatan-ikatan lokal menjadi lebih universal.
Namun, seiring dengan perkembangan negara, kekuatan agama dalam memperkuat solidaritas sering kali melemah. Hal ini terjadi karena elit penguasa mulai lebih fokus pada kekuasaan dan kemewahan, dan solidaritas agama serta moralitas sosial mulai terkikis oleh kecenderungan materialisme dan individualisme.
### 4. **Dekadensi dan Hilangnya Solidaritas**
Dalam pandangan Ibn Khaldun, solidaritas sosial mencapai puncaknya pada saat negara berada dalam kondisi stabil. Namun, seiring waktu, `ashabiyah` dan solidaritas sosial mulai memudar karena munculnya gaya hidup mewah dan individualisme di kalangan elit penguasa. Solidaritas yang dulu memperkuat negara di tahap awal kini melemah, menyebabkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Elit penguasa tidak lagi bergantung pada dukungan masyarakat untuk mempertahankan kekuasaannya, melainkan lebih mengandalkan kekuatan birokrasi dan militer.
Pada tahap ini, disintegrasi solidaritas sosial menjadi jelas, dengan meningkatnya ketimpangan sosial dan korupsi. Kelas atas yang terfokus pada kehidupan mewah semakin menjauh dari rakyat, menciptakan jurang antara elit dan masyarakat umum. Ketika solidaritas sosial melemah, negara menjadi lebih rentan terhadap ketidakstabilan dan pada akhirnya menghadapi kemunduran atau bahkan kehancuran.
### 5. **Solidaritas dalam Siklus Kehancuran dan Kebangkitan**
Setelah negara mengalami kemunduran dan kehancuran, Ibn Khaldun berpendapat bahwa siklus sejarah akan kembali berulang. Masyarakat yang baru muncul akan kembali menemukan kekuatan solidaritas sosial melalui `ashabiyah`, dan siklus kebangkitan negara akan dimulai lagi. Solidaritas sosial tetap menjadi elemen kunci dalam siklus ini, baik dalam fase kebangkitan maupun kehancuran.
Dengan demikian, bagi Ibn Khaldun, solidaritas sosial adalah faktor dinamis yang menentukan nasib suatu negara. Solidaritas sosial, dalam bentuk `ashabiyah` dan agama, adalah kekuatan yang memungkinkan masyarakat membentuk negara dan mempertahankannya di awal, tetapi melemahnya solidaritas ini pada akhirnya juga menjadi penyebab kemunduran dan kehancuran negara.
Comments