Pendekatan Fenomenologi terhadap Peran Tari Tayub dalam Sedekah Bumi di Punden Joko Tarub, Desa Ronggo, Jaken, Pati

 Pendekatan Fenomenologi terhadap Peran Tari Tayub dalam Sedekah Bumi di Punden J


"Pendekatan Fenomenologi terhadap Peran Tari Tayub dalam Sedekah Bumi di Punden Joko Tarub, Desa Ronggo, Jaken, Pati"

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran tari Tayub dalam ritual sedekah bumi di Punden Joko Tarub, Desa Ronggo, Jaken, Pati, menggunakan pendekatan fenomenologi. Sedekah bumi adalah sebuah tradisi lokal yang bertujuan untuk memohon berkah dan kemakmuran dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dilaksanakan oleh masyarakat desa sebagai bentuk rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah. Tari Tayub, sebagai bagian integral dari ritual ini, tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga memiliki makna spiritual dan simbolis yang mendalam.

Pendekatan fenomenologi digunakan untuk memahami pengalaman subyektif masyarakat dan penari Tayub dalam konteks ritual ini. Data dikumpulkan melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat, penari Tayub, dan peserta ritual, serta analisis dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tari Tayub memainkan peran penting dalam memperkuat kohesi sosial, menyatukan komunitas, dan menghubungkan dimensi spiritual dan kultural dari ritual sedekah bumi. Tari Tayub juga berfungsi sebagai medium komunikasi antara masyarakat dengan leluhur dan alam semesta, yang diyakini dapat mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Temuan ini mengungkapkan bahwa fenomena tari Tayub dalam sedekah bumi tidak hanya mencerminkan tradisi budaya yang kaya, tetapi juga mengandung nilai-nilai religius dan sosial yang signifikan. Dengan pendekatan fenomenologi, penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana ritual tradisional ini dipahami dan dialami oleh masyarakat setempat, serta pentingnya mempertahankan dan melestarikan warisan budaya ini dalam konteks modern.

Kata kunci: Pendekatan Fenomenologi, Sedekah Bumi, Tari tayub, Masyarakat Ronggo, Punden Joko Tarub

Abstract

This research aims to explore the role of the Tayub dance in the earth alms ritual in Punden Joko Tarub, Ronggo Village, Jaken, Pati, using a phenomenological approach. Earth almsgiving is a local tradition that aims to ask for blessings and prosperity from God Almighty, which is carried out by village communities as a form of gratitude for the abundant produce of the earth. Tayub dance, as an integral part of this ritual, not only serves as entertainment, but also has deep spiritual and symbolic meaning.

A phenomenological approach is used to understand the subjective experiences of the people and Tayub dancers in the context of this ritual. Data was collected through participant observation, in-depth interviews with community leaders, Tayub dancers, and ritual participants, as well as analysis of related documents. The research results show that Tayub dance plays an important role in strengthening social cohesion, uniting communities, and connecting the spiritual and cultural dimensions of the earth alms ritual. Tayub dance also functions as a medium of communication between society and its ancestors and the universe, which is believed to bring prosperity and prosperity.

These findings reveal that the Tayub dance phenomenon in alms earth not only reflects rich cultural traditions, but also contains significant religious and social values. With a phenomenological approach, this research provides in-depth insight into how these traditional rituals are understood and experienced by local communities, as well as the importance of maintaining and preserving this cultural heritage in a modern context.

Keywords: Phenomenological Approach, Alms Earth, Tayub Dance, Ronggo Community, Punden Joko Tarub

Latar Belakang

Tradisi sedekah bumi merupakan salah satu upacara adat yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Ronggo, Jaken, Pati. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk syukur atas rezeki dan hasil panen yang melimpah serta untuk memohon perlindungan dan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu elemen penting dalam sedekah bumi di Desa Ronggo adalah pertunjukan tari Tayub, sebuah tarian tradisional Jawa yang mengandung nilai-nilai budaya dan spiritual yang mendalam.

Tari Tayub tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat hubungan sosial antarwarga serta sebagai medium komunikasi dengan leluhur dan alam semesta. Dalam konteks sedekah bumi, tari Tayub memiliki makna simbolis yang kuat, dipercaya dapat membawa berkah dan kemakmuran bagi masyarakat yang melaksanakannya. Punden Joko Tarub, sebagai salah satu situs yang dikeramatkan, menjadi pusat dari ritual ini, menambah nuansa sakral dan spiritual dalam setiap penyelenggaraan sedekah bumi.

Pendekatan fenomenologi dipilih dalam penelitian ini untuk menggali pengalaman subyektif dan makna mendalam dari tari Tayub dalam sedekah bumi. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk memahami bagaimana masyarakat Desa Ronggo memaknai dan mengalami setiap elemen dari ritual tersebut, serta bagaimana nilai-nilai tradisional dan religius terjalin dalam praktik budaya ini.

Dengan mengkaji peran tari Tayub melalui lensa fenomenologi, penelitian ini berusaha untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang dimensi sosial, kultural, dan spiritual dari sedekah bumi di Punden Joko Tarub. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menyoroti pentingnya melestarikan tradisi lokal yang kaya akan nilai-nilai budaya dan religius dalam menghadapi arus modernisasi yang kerap kali mengancam keberlangsungan warisan budaya.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan pemahaman yang komprehensif mengenai peran dan makna tari Tayub dalam konteks sedekah bumi, serta kontribusinya terhadap kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Desa Ronggo. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal yang berkelanjutan.

Metode Penelitian 

Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan menggali dan mengumpulkan data bukan berupa deskripsi kata yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan maupun dokumen pendukung lainnya. Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk menggambarkan realita sesungguhnya dibalik peristiwa yang terjadi secara mendalam dan rinci. Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaitkan antara realita di lapangan dengan teori yang berlaku terutama menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi serta gambaran tentang suatu keadaan secara nyata dan objektif. Kualitatif merupakan metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan secara alamiah mengikuti kondisi yang sebenarnya. 

Subjek dalam penelitian ini adalah tokoh agama, kepala desa, tokoh masyarakat, penari Tayub dan sesepuh desa yang dipercayai dalam tradisi sedekah bumi di Desa Ronggo, kecamatan Jaken Kabupaten Pati. Sumber data yang utama dalam penelitian ini yakni sumber data primer maupun sekunder. Sumber data sekunder berarti dari orang kedua yang memahami kondisi lapangan, atau bisa pula dari dari dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini terutama berkaitan dengan penyelenggaraan tradisi sedekah bumi. Adapun data primer dari orang atau dokumen langsung dari lapangan. Kegiatan observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan pelaksanaan tradisi sedekah bumi di Desa Ronggo, kecamatan Jaken Kabupaten Pati. 

Untuk memperoleh data secara lengkap, teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik wawancara digunakan untuk menjawab permasalahan berkaitan dengan perkembangan ritual tarian tayub di Desa Ronggo, kecamatan Jaken Kabupaten Pati. Teknik observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung dalam kegiatan sedekah bumi dan ritual-ritual yang dilakukan. Dengan observasi akan dapat diperoleh data yang lengkap terkait dengan permasalahan dalam penelitian.Ke giatan observasi ini diarahkan untuk dapat melihat fasilitas maupun penyelenggaraan pendidikan di lokasi penelitian, sehingga dapat diketahui gambaran secara rinci terkait pertunjukkan tarian tayub dalam tradisi sedekah bumi di Desa Ronggo, kecamatan Jaken Kabupaten Pati.

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan berbagai dokumen, peraturan, dan tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dokumentasi ini akan menggali data-data sekunder yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan fokus penelitian. Studi dokumen diperlukan untuk melihat tinjauan Studi Islam dalam budaya yang nampak dalam perkembangan ritual tarian tayub pada tradisi sedekah bumi di Desa Ronggo, kecamatan Jaken Kabupaten Pati. Analisis data dalam penelitian ini berupaya mencari, menata dan merumuskan data secara sistematis berdasarkan catatan hasil dokumentasi, observasi, maupun hasil wawancara. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh dan mengembangkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan hasil peselitian. Analisis juga perlu dilanjutkan untuk dapat meningkatkan pemahaman terhadap data yang diperoleh di lapangan. Data yang telah terkumpul dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif kemudian dianalisis dengan langkah-langkah: mengkaji dan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, melakukan reduksi data dengan jalan abstraksi yaitu usaha membuat ringkasan atau rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu. Melakukan penyusunan data dalam satuan-satuan atau mengorganisasikan pokok-pokok pikiran tersebut dengan cara cakupan fokus penelitian dan mengujikannuya dengan deskriptif. Pemeriksaan keabsahan data atau memberi makna hasil penelitian dengan cara menghubungkan teori, langkah terakhir yaitu menarik sebuah simpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fenomenologi dalam Studi Islam 

Dalam mengkaji Islam sebagai sebuah agama, muncul sebuah istilah yang disebut dengan insider danoutsider. Dalam perspektif muslim, insider adalah orang dalam (muslim) yang mengkaji Islam. Sedangkan outsider adalah orang luar (non muslim) yang ingin mengkaji Islam. Perbedaan keduanya (insider dan outsider) adalah pemaknaan, bahwa insider lebih memahami tentang ajaran keagamaan yang dimiliki secara dalam dan sempurna daripada outsider yang tidak tahu karena tidak memiliki pengalaman keagamaan daripada insider tersebut. Oleh karena ruang lingkup outsider begitu sempit, maka metode yang pas dan lebih mengena untuk memahami agama diluar dirinya dengan cara pendekatan fenomenologi. 

Dalam penerapan fenomenologi sebagai sebuah pendekatan yang dapat diterima untuk mengkaji agama Islam, Fazlur Rahman berpendapat bahwa al-Qur’an dan Hadits haruslah tetap menjadi titik rujukan normatif. Menurutnya, al-Qur’an dan Hadits harus dapat mengontrol bahkan memodifikasi metode fenomenologi, yang kalau tidak dimodifikasi, fenomenologi cenderung relative yang sulit untuk disembuhkan. Menurut Farhanuddin Sholeh adapun langkah-langkah menggunakan metode fenomenologi agama dalam pendekatan studi Islam, maka kita bisa menggunakan rumusan yang disusun oleh Cresswell, yaitu sebagai berikut : 

Peneliti perlu memahami perspektif folisofis dibalik pendekatan fenomenologi, khususnya konsep tentang bagaimana orang mengalami fenomena. Konsep “epoche” adalah penting, mengurung gagasan yang telah terbentuk sebelumnya tentang suatu fenomena untuk dipahami melalui sarana-sarana informan. 

Peneliti menulis pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengekspolari makna dari suatu pengalaman individu dan meminta individu untuk menggambarkan pengalaman hidup mereka sehari-hari. 

Peneliti kemudian mengumpulkan data dari individu yang mengalami fenomena yang sedang diteliti. Informasi tersebut bisa dikumpulkan melalui wawancara yang panjang ditambah dengan refleksi dan deskripsi yang dikembangkan sebelumnya dari karya-karya artistik, dengan jumlah informan 5 hingga 25 orang.

Langkah-langkah analitis data dan fenomenologis pada umumnya sama dengan semua fenomenolog psikologis yang mendiskusikan metode-metode. Semua fenomenolog psikologis menggunakan sejumlah rangkaian langkah yang sama. Rancangan prosedur dibagi kedalam pertanyaanpertanyaan atau horisonalisasi. Unit-unit kemudian ditransformasikan ke dalam cluster of meanings (kumpulan makna) yang diekspresikan dalam konsepkonsep psikologis atau fenomenologis. Terakhir, transformasi-transformasi ini diikat bersama-sama untuk membuat deskripsi umum tentang pengalaman, deskripsi tekstural tentang apa yang dialami dan deskripsi struktural tentang bagaimana yang dialami. 

Laporan fenomenologis diakhiri dengan pemahaman yang baik dari pembaca tentang essensi yang tidak berubah dari pengalaman, sembari mengakui bahwa makna tunggal yang utuh dari pengalaman itu eksis. Berangkat dari titik tolak historis dimana beberapa dekade terakhir studi tentang agama Islam lebih cenderung pada pemahaman teks (teologis-normatif), maka saat ini sangat dimungkinkan dan perlu kita apresiasi manakala muncul studi-studi agama, termasuk dalam Islam sendiri dengan menggunakan metode fenomenologi dengan tujuan mempelajari studi agama Islam yang dimanifestasikan dalam bentuk praktik keagamaan yang berkolaborasi dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat.

Sesuai dengan konsep fenomenologi, keberadaan seni pertunjukan dalam dalam suatu kelompok masyarakat tidak terlepas dari sistem sosial dan sistem budaya yang berlaku di dalam masyarakat pendukungnya. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan interaksi antar individu atau kelompok. Interaksi tersebut didasari oleh suatu nilai, norma, kepercayaan, dan anggota masyarakat dituntut untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi ini dimaksudkan untuk menciptakan jalinan tata hubungan kekerabatan yang membentuk sistem sosial. Kesenian sebagai wadah yang mampu menjaga dan mempertahankan berbagai kepentingan dalam sistem sosial. Setiap kelompok masyarakat memiliki sistem sosial yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu, kebudayaan atau bentuk kesenian yang dihasilkan setiap daerah aka berbeda-beda. Kesenian daerah pada dasarnya merupakan cerminan dari kondisi sosial budaya masyarakatnya. 

Kondisi sosial tersebut saling berkaitan satu sama lain, seperti pola kehidupan masyarakat, sistem kekerabatan, sistem kemasyarakatan, mata pencaharian, dan agama. Keberadaan suatu bentuk kesenian erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat pendukungnya, sehingga tari Tayub ini memiliki keterkaitan dengan kehidupan masyarakat. Manusia tidak terlepas dari berbagai macam peristiwa di dalamnya. Hal tersebut sesuai dengan konsep fenomenologi dapat diketahui peran tari dengan memahami sebuah lembaga budaya, isi budaya, dan efek budaya, yaitu sebagai berikut: 

Berdasarkan kondisi geografisnya, Desa Ronggo termasuk wilayah pedesaan yang sebagian besar wilayahnya adalah pertanian. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petanian yang menghasilkan kebudayaan agraris. Masyarakat agraris identik dengan menggantungkan hidup dari tanah pertanian, meyakini akan hal magis, dan sebagai masyarakat komunal. Sesuai dengan kehidupan sosial budaya, masyarakat menghasilkan suatu simbol kesuburan dan media penghubung antara manusia dengan Tuhan, alam, dan roh leluhur. Masyarakat senantiasa melaksanakan berbagai rangkaian Acara Tayub sebagai ungkapan rasa syukur atas ketentraman dan melimpahnya hasil panen dengan rangkaian sebagai berikut: 

Kenduri Kenduri dilakukan di petilasan Joko Tarub diikuti oleh peserta kirab dan masyarakat yang menyaksikan. Kenduri dipimpin oleh juru kunci dengan ritual doa-doa dan memberikan sesaji di petilasan. Prosesi selanjutnya adalah ngrayah gunungan atau wulu wetu. Warga berusaha mendapatkan hasil bumi tersebut sebagai simbol keselamatan bagi yang berhasil mendapatkannya. 

Pagelaran Tari Tayub dilaksanakan setelah pelaksanaan kirab, pertunjukan diadakan di depan rumah pendhapa Punden Joko Tarub yang sengaja dibuatkan panggung. Pertunjukan ini terdiri dari dua sesi, sesi pertama disebut dengan pertunjukan Tayub sakral, dan sesi kedua disebut sebagai Tayub hiburan bagi masyarakatnya. 

Pagelaran wayang kulit sebagai penutup dari rangkaian Tari Tayub. 

Pagelaran ini dilaksanakan di pendhapa Punden Joko Tarub. Pelaksanaan rangkaian upacara tersebut tidak terlepas dari komponen pembentuknya, untuk melihat komponen tersebut dapat memahami tentang lembaga budaya, isi budaya, dan efek budaya, sebagai berikut: 

Lembaga Budaya

Institution atau disebut dengan lembaga budaya, lembaga budaya di sini sebagai pengontrol budaya dan bagaimana upaya untuk melakukan kontrol tersebut. Adanya sekelompok masyarakat yang menghasilkan suatu produk budaya yaitu sebagai lembaga budaya. Masyarakat merupakan komponen di dalam suatu kebudayaan yang membentuk adanya tari Tayub sebagai bagian dari kehidupan. Keberadaan tari Tayub tersebut di dalamnya mengandung aturanaturan yang berlaku bagi masyarakat. Masyarakat senantiasa menjaga dan melestarikan tari Tayub untuk menjaga keberlangsungan hidup bersama. 

Lembaga Budaya Desa Ronggo

Desa Ronggo adalah sebuah lembaga budaya yang terdiri dari masyarakat yang saling berhubungan dan memiliki kepentingan bersama. Masyarakat ini, sebagai elemen pokok kebudayaan, menghasilkan budaya yang dipengaruhi oleh kondisi geografis dan keadaan sosial mereka. Sebagian besar wilayah Desa Sendangagung adalah lahan pertanian, yang membentuk budaya agraris pada masyarakatnya.

Masyarakat agraris di Desa Ronggo hidup bersama dan mempercayai hal-hal magis. Aktivitas seperti menanam benih padi (tandur) dilakukan secara bergotong-royong, yang membuat pekerjaan terasa lebih ringan dan cepat selesai. Kepercayaan magis ini terkait dengan roh leluhur yang dianggap memiliki kekuatan. Tokoh seperti Joko Tarub, seorang leluhur yang dihormati, memiliki petilasan di daerah ini. Juru kunci petilasan, saat ini dijabat oleh Bapak Mudin memainkan peran penting dalam upacara adat dan kegiatan masyarakat.

Selain Mbah Mudin, elemen budaya lainnya termasuk pelaku seni dan penonton. Pelaku seni adalah warga yang terlibat dalam aktivitas seni seperti tari Tayub, yang merupakan cerminan budaya masyarakat Ronggo. Penonton, sebagai bentuk apresiasi terhadap seni, adalah elemen penting dalam setiap pertunjukan. Masyarakat Desa Ronggo, memproduksi budaya berdasarkan aktivitas sosial dan kondisi geografis mereka. Produk budaya seperti tari Tayub menggambarkan komunalitas dan kepercayaan mereka, menunjukkan bagaimana masyarakat agraris ini menjaga dan melestarikan warisan budaya mereka di tengah modernisasi.

Isi Budaya 

Komponen pokok yang diutarakan oleh fenomenologi salah satunya adalah isi budaya. Isi budaya biasanya akan menanyakan apa yang dihasilkan atau simbol simbol apa yang diusahakan (Kuntowijoyo, 2006: 6). Content atau disebut dengan isi budaya, yaitu berupa simbol-simbol yang diharapkan dan dihadirkan dalam pertunjukan Tayub. Isi budaya di sini sebagai produk budaya yang dihasilkan oleh sebuah lembaga budaya. Simbol yang dihasilkan tertuang dalam pertunjukan tari Tayub. Tari Tayub sebagai simbol kesuburan yang memiliki nilai keagungan dan sebagai penghormatan terhadap leluhur yang dianggap ikut menjaga alam sekitar Ronggo. Nilai lain yang terkandung di dalam tari Tayub berupa nilai ritual, hiburan, spiritual, dan estetika tari Tayub sebagai ekspresi budaya masyarakat. 

Tari Tayub 

Wujud Penghormatan Kepada Roh Leluhur Kepercayaan dan keyakinan terhadap roh leluhur yang singgah di Desa fenomenologi dapat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Masyarakat meyakini bahwa roh leluhur ikut serta menjaga alam sekitar Ronggo terutama tanah pertanian. Nilai spiritual ini memberikan keseimbangan bagi kehidupan masyarakat sebagai suatu aturan atau pedoman bersama. Tujuan bersama untuk mencapai suatu kemakmuran dan kesejahteraan melalui pertunjukan tari Tayub sebagai penghormatan kepada roh leluhur. Tari Tayub sebagai isi budaya menghasilkan simbol ritual, mistis, dan spiritual. 

Tari dapat dipandang secara teks dan konteks, dalam hal ini tari Tayub sebagai isi budaya dipandang dari segi konteksnya. Pendekatan “teks” ini dapat dilakukan dengan meng

Comments

Postingan Populer

Bid'ah sebagai Sebab Kemunduran Islam Menurut Rasyid Ridha