Makalah Baik dan Buruk dalam Filsafat Moral

 Makalah

Baik dan Buruk dalam Filsafat Moral

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Filsafat Moral

Dosen Pengampu : Dr. H. Fathul Mufid, M.S.I



Disusun oleh :

Agung Sukarno Putro (1820110031)

Lina Puspita Sari (2030210067)

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

IAIN KUDUS

2023

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia yang menjadi perhatian pada hukum dan aturan hidup yang berlaku dan terikat oleh alam. Semua ciptaan Tuhan baik, alam, tumbuhan, hewan atau manusia, tunduk pada hukum kehidupan. Adanya hukum dan aturan hidup yang berlaku untuk semua makhluk ciptaan Tuhan. Moralitas diartikan sebagai aktivitas manusia yang menilai buruk baiknya atau salah benarnya seseorang. Nilai Moral adalah sebuah standar dari sebuah perbuatan dalam melakukan sesuatu yang penting dalam tatanan kehidupan manusia dinilai baik maupun leseorang yang tidak memiliki nilai moral tentunya tidak memiliki hati nurani yang berakibat pada seorang yang tidak bisa membeda kebaikan dan keburukan dari sesuatu hal. Manusia dilahirkan sebagai mahkluk yang dapat berpikir.

Moral memiliki penerapan yang membahas tentang sebuah perilaku yang boleh dan juga tidak. Nilai moral ini termasuk ke dalam salah satu ilmu cabang aksiologi. Moralitas dimasukkan ke dalam salah satu ilmu moralitas pada kajian aksiologi ini, untuk itu peneliti membahas tentang filsafat kajian dari nilai moralitas di dalam perspektif Islam. Cara pandang religious menjadi modal dasar dalam pengembangan pemikiran manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini secara tidak langsung merusak kehidupan manusia. pendidikan moral yang dianggap remeh akan mempengaruhi kemajuan negara karena masyarakat telalu memisahkan kehidupan keagamaan dari aktivitas sehari-harinya. Pendidikan moral berguna untuk mengembangkan diri agar dapat bergaul dalam kehidupan bermasyarakat. Kerusakan moral menganggu ketentraman karena kurangnya etika dan moral yang baik serta dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan sosial.

          Dalam teori Islam klasik, ranah moral yang menilai baik buruk menekankan pada 2 teoritis yaitu yang bertujuan untuk memahami baik buruknya seseorang yang ditentukan oleh Tuhan dan Rasional Objektif yang bertujuan pada peran akal manusia dalam menentukan baik buruknya sesuatu. Sehingga Pendidikan Akhlak atau moral adalah pendidikan yang mengajarkan bagaimana seharusnya bersikap kepada makhluk ciptaan Tuhan baik yang hidup maupun mati. Hal ini menekankan bahwa moralitas itu berkaitan langsung dengan perilaku atau tingkah laku manusia. Pendidikan moral juga penting untuk menanamkan komitmen spiritual dalam diri manusia seperti kegiatan gotong royong dalam pembuatan upacara dan upacara di pasraman.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Moralitas dalam Filsafat ?

2. Bagaimana Baik dan Buruk dalam Filsafat Moral ?

3. Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Filsafat Moral ?

C. Tujuan

1. Untuk memahami apa itu Moralitas dalam Filsafat

2. Untuk mengetahui Baik dan Buruk dalam Filsafat Moral

3. Untuk memahami Pandangan Islam Terhadap Filsafat Moral

BAB II

PEMBAHASAN

         1. Moralitas dalam Filsafat

Nilai moral pada dasarnya merupakan penilaian sebuah perbuatan manusia. Nilai moral adalah sebuah hal yang dikaitkan dengan parameter penilaian mengenai perilaku seorang dalam bermasyarakat seperti contohnya seorang tersebut menaati peraturan yang ada di masyarakat. Rachel (dalam Wibawa, 2013) menyatakan jika seorang yang berhasil menerapkan peraturan tersebut, maka ia dianggap memiliki perilaku yang baik dan sebaliknya jika seorang melakukan hal yang bertentangan dengan norma agama, maka hal ini berdampak pada pandangan terhadap orang tersebut yang tidak baik. Maka dari itu, nilai moral memiliki perwujudan yang berupa prinsip dan aturan yang baik, terpuji serta mulia.

Nilai moral memiliki faktor terpenting dalam penerapannya di kehidupan sehari-sehari seseorang (Dewantara, 2017). Faktor yang penting dalam penerapan nilai moral adalah bagaimana manusia sebagai makhluk hidup memperkuat akal semaksimal mungkin agar dapat beraktivitas untuk menjaga keserasian dan keselarasan hubungan kekuatan dan jiwa, kesadaran diri diperlukan agar orang dapat disukai dan mampu melakukan tindakan moral dengan baik. akal dan kesadaran diri merupakan aspek utama manusia dalam bertindak agar terwujudnya perilaku bermoral .

Nilai dan moral adalah dua aspek yang berbeda tetapi selalu berdampingan. Nilai berkaitan dengan pilihan yang merupakan prasyarat untuk mengambil suatu tindakan. Seseorang mencoba untuk mencapai sesuatu yang berharga dari perspektifnya. Robin Williams berusaha mencapai segala sesuatu yang menurut sudut pandangannya mempunyai nilai. Nilai moralitas atau moral yang merupakan ketentuan atau keinginan harus dinilai baik dan benar oleh masyarakat dalam suatu budaya. Nilai budaya menjelaskan bagaimana hidup dalam pikiran sebagian masyarakat, bagaimana suatu dianggap berharga dan penting dalam hidup. Dalam pandangan Durkheim (dalam Sinulingga, 2016), Moralitas tidak hanya dipandang sebagai doktrin normatif tentang baik dan buruk, tetapi sebagai system fakta yang terkandung dalam system seluruh dunia.

Moralitas bukan hanya system perilaku yang benar, tetapi juga system aturan serta tekad eksternal bagi pelaku. Peraturan dan hukum moral berasal dari masyarakat. Durkheim (dalam Sinulingga, 2016) didasarkan pada 3 sikap dasar yaitu Pertama moralitas harus dilihat sebagai fakta sosial yang keberadaannya terlepas dari keinginan subjektif. Fakta moral harus dianggap sebagai fenomena sosial yang terdiri dari aturan perilaku atau aturan yang dikenal dengan karakteristik. Kedua moralitas merupakan bagian fungsional dari masyarakat yang bertindak secara etis atau bertindak sesuai dengan kepentingan kolektif. Hal ini terjadi karena setiap masyarakat memiliki moralnya masing-masing. Ketiga moralitas bersifat revolusioner dengan proses sejarah yang berubah sesuai dengan struktur masyarakat.

2. Baik dan Buruk dalam Filsafat Moral

      Dalam menentukan apakah sesuatu baik atau buruk, benar atau salah dalam sejarah pemikiran filsafat setidaknya di kenal dua aliran yang berbeda, yaitu deontologis dan teleologis. Bagi deontologis, suatu tindakan itu baik karena perbuatan itu sendiri. Contoh dari perbuatan deontologis yaitu hamil diluar nikah, perbuatan ini dinilai baik karena dilakukan suka sama suka tanpa menyakiti satu pihak dan tidak memaksakan satu sama yang lainnya. Sedangkan, Bagi teleologis tindakan itu baik karena konsekwensi tindakan itu. Contoh dari perbuatan Teleologis itu pekerja PSK karena perkerjaan ini memberikan manfaat bagi orang lain seperti halnya bisa membantu menyalurkan hasrat seseorang, namun jika dilihat dalam segi Agama perbuatan ini merupakan perbuatan zina.

Pada deontologis nilai moral dari suatu tindakan itu bersifat intrinsik, artinya suatu perbuatan dapat diketahui baiknya tanpa memperhatikan apa bentuk konsekuensi dan relasinya terhadap yang lain. Keputusan nilai pada kelompok deontologis ini tidak perlu melalui uji empirik, melainkan dapat diketahui melalui apa yang di sebut intuisi moral yang telah dimiliki manusia, yaitu kesadaran langsung adanya nilai murni seperti benar atau salah dalam setiap perilaku, objek, atau seseorang Sebaliknya, pada kelompok teleologis nilai moral dari suatu tindakan itu bersifat ekstrinsik, artinya nilai moralnya bergantung pada konsekuensi perbuatan tersebut. Oleh karena itu keputusan nilai pada kelompok ini dapat di uji secara empirik karena ia bersifat ungkapan faktual. Adapun konsep baik dan buruk dalam tatanan epistimogi moral harus dapat menyentuh dua bentuk aliran yaitu deontologis dan teleologis. Indikasi semacam ini setidaknya dapat diamati dari konsep apa yang di sebut “baik”.

Bila diamati konsep khair yang terdapat dalam pemikiran filsafat moral Islam, ternyata khair itu memiliki nilai intrinsik dan ekstrensik. Nilai intrinsik pada khair dapat di lihat dari konsep bahwa khair itu adalah perbuatan itu sendiri yang di dalamnya terkumpul tiga sifat baik yang tidak temporal dan kondisional. Ini mengisyaratkan bahwa “baik” untuk kelompok ini identik dengan esensinya, bukan sesuatu di luar dirinya. Dalam istilah pengetahuan “baik” seperti ini di sebut sebagai sui generis, yaitu makna “baiknya” merujuk pada dirinya sendiri bukan pada makna di luar dirinya dan tidak dapat diketahui secara empiris. Tetapi “sifat-sifatnya” yang diidentifikasi sebagai nilai intrinsik tetap dapat diketahui secara empirik melalui tujuan yang terdapat pada “baik” dalam kelompok ini.

Nilai ekstrinsik pada khair dapat dicermati melalui konsep yang mengatakan bahwa khair itu ada juga yang merupakan hasil dari pilihan-pilihan sesuatu di luar perbuatan itu sendiri, di dalamnya terdapat sifat khair juga terdapat sifat-sifat syarr. Bentuk khair sepeti ini termasuk kelompok khair muqayyad, atau khair li-ghairihi (baik karena yang lainnya). Posisi “sifat-sifat baik” yang terdapat pada khair mutlaq sangat berbeda dengan yang terdapat pada khair muqayyad. Bila pada khair mutlaq “sifat-sifat baik” ini merupakan produk dari “baik” berada pada posisi tujuan, sehingga menjadikan “sifat-sifat baik” tersebut tidak identik dengan makna “baik” itu sendiri. Pada khair muqayyad “sifat-sifat baik” ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan perilaku “baik”itu sendiri.

Pada khair muqayyad “sifat-sifat baik” ini sangat menentukan, sebab dalam menentukan sesuatu itu “baik” sangat bergantung pada kontribusi “sifat-sifat baik” ini. Tegasnya nilai “baik” pada sesuatu itu ditentukan oleh kehadiran “sifat-sifat baik” yang ada padanya. Jika “sifat-sifat baik” yang ada melebihi dari sifat-sifat tidak baik, maka sesuatu itu dapat dikatakan “baik”, begitu pula sebaliknya. Makna “kontribusi” atau “kehadiran” di sini menunjukkan sesuatu yang faktual. Sehingga dengan demikian posisi “sifat-sifat baik” ini pada khair muqayyad dalam konteks ini bersifat faktual, karena kehadirannya dapat diamati dan di uji. Konsep pada khair muqayyad “sifat-sifat baik”

3. Pandangan Islam Terhadap Filsafat Moral

      Dalam pemikiran filsafat moral Islam di kenal adanya dua kategori “baik”, yaitu khair mutlaq (baik hakiki), dan khair muqayyad (baik kondisional). Khair mutlaq ialah perbuatan baik yang di pilih karena perbuatan itu sendiri dan setiap orang yang berakal sangat menginginkannya. Khair semacam ini memiliki sifat manfaat, indah, lezat yang tidak berikat oleh ruang dan waktu. Khair muqayyad ialah perbuatan baik yang terikat oleh ruang dan waktu. Menurut Raghib al Isfahani, khair kelompok ini selain memiliki sifat-sifat khair mutlaq (manfaat, indah dan lezat), juga terdapat di dalamnya sifat-sifat syarr seperti aniaya, tercela dan merugikan diri. Untuk menentukan apakah sesuatu itu “baik” pada kelompok ini, ditentukan dari “sifat-sifat baik” yang ada tersebut memberikan kontribusi pada sesuatu objek yang di nilai baik. Bila “sifat-sifat baik” tersebut memberikan kontribusi lebih di banding “sifat-sifat yang tidak baik”, maka objek tersebut di nilai khair muqayyad. Khair pada kelompok ini ditentukan oleh konsekuensi yang diberikan oleh “sifat-sifat baik” itu terhadap sesuatu yang di nilai tersebut. Artinya sesuatu itu memiliki nilai baik bukan disebabkan oleh perbuatan itu sendiri, tetapi ditentukan oleh sesuatu di luar perbuatan itu.

Moral agama memiliki 2 permasalahan utama yang tidak dapat dipecahkan menggunakan metode moralitas yaitu Pertama permasalahan interpretasi perintah atau hukum yang ada dalam wahyu. Kedua, masalah moral yang baru, tidak dijelaskan dan disangkal secara langsung dalam wahyu tetapi diselesaikan sesuai dengan pandangan agama. Hal yang tepat untuk memberikan bimbingan moral manusia. Pemeluk agama menemukan arah kehidupan dalam agama yang dianutnya. Namun agama membutuhkan keterampilan moral untuk memberikan bimbingan serta indoktrinasi. Moralitas didasarkan pada penalaran rasional murni, sedangkan agama didasarkan pada wahyu. Agama memberikan ketenangan jiwa karena ada janji kehidupan setelah kematian, sedangkan ilmu pengetahuan memberikan kedamaian dan kemudahan di dunia. Dalam filsafat ketuhanan, keberadaan dan sifat Tuhan tidak dapat diketahui secara rasional.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Moral di dalam perspektif filsafat dipahami sebagai bentuk refleksifitas terkait moral dan memiliki sifat yang normatif. Namun, nilai moralitas ini membicarakan tentang pertentangan baik dan buruk dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan moral juga dianggap sebagai salah satu bentuk yang mengarah kepada setiap kebahagiaan dan memuncak kepada sebuah kebajikan atau kebijaksanaan. Landasan ini sejalan dengan landasan dari konsep Islam yang memandang bahwa nilai moralitas tersebut adalah sebuah hal yang dapat menunjukkan seorang terkait benar dan salahnya sebuah perbuatan yang dilakukannya, seperti yang telah dijelaskan oleh dalam Al-Qur’an pada Surah Al-Baqarah ayah 33 dan 34, prinsip Syekh Yusuf Al-Makassari yaitu “al-takhalluq bi akhlaq Allah” atau berakhlak dengan akhlah Allah yang menekankan etika atau moral itu sangatlah penting bagi pribadi seseorang, serta pemikiran para filsuf yaitu Ibnu Miskawaih, al-Farabi dan al-Ghazali yang menjelaskan moral berdasarkan agama akan memberikan kebahagiaan dan keselamatan individu di dunia dan akhirat.

Daftar Pustaka

Abdullah, M. A. (2004). Antara AlGhazali dan Kant: Filsafat etika islam. Mizan.

Dewantara, A. W. (2017). Filsafat Moral. Gramedia Pustaka Utama.

Elvia Siskha Sari, Azmi Fitrisia, Ofianto Ofianto FILSAFAT NILAI MORAL DALAM PANDANGAN ISLAM

Amril Mansur, Etika Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 214.


Comments

Popular posts from this blog

Habib Lutfi bin Yahya: Pencerahan Spiritual di Zaman Modern

Ilmu Kalam Klasik Pengertian, Jenis & Faktor

Tradisi Menabur Bunga di Atas Kuburan: Keindahan dan Makna dalam Budaya Jawa