MAKALAH ANALISIS WACANA DAN ANALISIS WACANA KRITIS

 MAKALAH

ANALISIS WACANA DAN ANALISIS WACANA KRITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Analisis Wacana Kritis

Dosen Pengampu : SOFI AULIA RAHMANIA, M.PD



Disusun Oleh:

Lina Puspita Sari (2030210067)

                 Risa Putri Rahmawati (2030210077)

              Muhammad Anis Fahruda (2030210081)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS USHULUDDIN

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

TAHUN 2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmad dan hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul "Analisis Wacana dan Analisis Wacana Kritis" ini tepat pada waktunya.

 Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Wacana. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Analisis Wacana dan Analisis Wacana Kritis bagi penulis dan para pembaca

 Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 18 Maret 2023

        Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

 Analisis wacana sebagai salah satu disiplin ilmu dengan metodologi yang eksplisit dapat dikatakan sebagai ilmu baru karena perkembangannya baru dilihat pada awal tahun 70-an dan bersumber pada tradisi keilmuan Barat. Istilah analisis wacana muncul sebagai upaya untuk menghasilkan deskripsi bahasa yang lebih lengkap sebab terdapat unsur-unsur bahasa yang tidak cukup bila dianalisis dengan menggunakan aspek struktur dan maknanya saja. Sehingga memalui analisis wacana dapat diperoleh penjelasan mengenai korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang dimaksud dan apa yang dipahami dalam konteks tertentu.

           Analisis wacana Kritis (AWK) adalah analisis bahasa dalam penggunaannya dengan menggunakan bahasa kritis. Analisis ini dipandang sebagai oposisi terhadap analisis wacana deskriptif yang memandang wacana sebagai fenomena teks bahasa semata, karena analisis jenis ini selain berupaya memperoleh gambaran tentang aspek kebahasaan, juga menghubungkannya dengan konteks, baik itu konteks sosial, kultural, ideologi dan domain-domain kekuasaan yang menggunakan bahasa sebagai alatnya.Dalam Analisis wacana kritis ini terdapat tokoh-tokoh yang memiliki sudut pandang dan cara analisis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing pandangan tersebut hanya ditujukan pada satu pokok permasalahan yaitu Analisis wacana Kritis (Critical Discourse Analysis).

            Dari sudut pandang para tokoh Analisis Wacana Kritis, terdapat pandangan bahwa wacana adalah alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan.Untuk itu, dalam menganalisis wacana juga harus memperhatikan masalah ideologi dan sosio kultural yang melatarbelakangi penulisan suatu wacana.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan analisis wacana?

2. Apakah yang dimaksud dengan analisis wacana kritis?

3. Bagaimana model analisis wacana kritis?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisis Wacana

            Analisis wacana (discourse analysis) atau kajian wacana (discoursestudies) dapat dimengerti sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang mengkaji wacana. Analisis Wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut). Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal, karena memusatkan perhatian pada level di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.

            Sampai sekarang telah berkembang berbagai pendekatan analisis wacana. Pendekatan analisis wacana itu antara lain; pendekatan formal, pendekatan analisis wacana kritis (critical discourse analysis), pendekatan fungsional, pendekatan analisis isi, pendekatan pragmatik, (vi) pendekatan semiotik, pendekatan sosiolinguistik, pendekatan etnografi, dan pendekatan hermeneutik. Setiap pendekatan memiliki tekanan kajian pada aspek tertentu dan untuk tujuan tertentu. Wacana juga dikaji dalam berbagai bidang selain ilmu bahasa, misalnya komunikasi, politik, atropologi, sejarah, ideologi, arkeologi, kesusastraan, religi. Kajian wacana dalam berbagai bidang tersebut memiliki pendekatan dan tujuan yang berbeda dengan kajian wacana dalam ilmu bahasa. Kajian bahasa dalam ilmu bahasa lebih ditekankan untuk menguak sistem bahasa yang digunakan untuk membangun wacana.

B. Pengertian Analisis Wacana Kritis

           Ada tiga pandangan mengenai analisis wacana. Pandangan pertama diwakili kaum positivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal) disebut analisis isi (kuantitatif).

Pandangan kedua disebut konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara disebut Analisis Framing (discourse analysis).

            Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).

C. Model Analisis Wacana Kritis

Adapun model-model yang digunakan dalam wacana kritis adalah sebagai berikut:

1) AWK Norman Fairclough ( Dialectical-Relational Approach / DRA)

          Norman Fairclough melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara struktur sosial dan proses produksi wacana. Dalam memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks diperlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. Fairclough (1989:22-23) berpendapat ada dialektik antara sosial dan wacana. Wacana mempengaruhi tatanan sosial, demikian juga tatanan sosial mempengaruhi wacana. Pertama, discourse membentuk dan dibentuk oleh masyarakat. Kedua, discourse membantu membentuk dan mengubah pengetahuan beserta objek-objeknya, hubungan sosial, dan identitas sosial. Ketiga, discourse dibentuk oleh hubungan kekuasaan dan terkait dengan ideologi. Keempat, pembentukan discourse menandai adanya tarik ulur kekuasaan. Dengan demikian, model analisis wacana yang dikembangkan oleh Fairclough disebut dengan Pendekatan Relasi Dialektik (Dialectical-Relational Approach / DRA) atau biasa juga disebut dengan pendekatan perubahan sosial.

          Konsep yang dibentuk oleh Fairclough (1989 dan 1995) menitikberatkan pada tiga level.Pertama, setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi, dan identitas.Kedua, praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja wartawan dengan sesama pekerja media lainnya, pola kerja media sebagai institusi, seperti cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media. Ketiga, praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi institusi media dan wacananya. Pembahasan praktik sosial budaya meliputi tiga level, yaitu: level situasional, institusional, dan sosial. Level situasional berkaitan dengan produksi dan konteks situasinya. Level institusional berkaitan dengan pengaruh institusi secara internal maupun eksternal. Level sosial berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan.

2) AWK Theo Van Leeuwen (Social Actors Approach/ SAA).

             Theo van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mengetahui bagaimana sebuah kelompok dimunculkan atau disembunyikan. Analisis Van Leeuwen menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (Social Actors) ditampilkan dalam pemberitaan. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali, sementara kelompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus dijadikan objek pemaknaan dan digambarkan secara buruk. Kelompok buruh, petani, nelayan, imigran gelap, dan wanita adalah kelompok yang bukan hanya tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan, namun juga dalam wacana pemberitaan sering digambarkan tidak berpendidikan, liar,mengganggu ketentraman, melakukan demonstrasi, dan sering bertindak anarkis.Seringkali kelompok terpinggirkan ini digambarkan secara buruk di media.Buruh yang berdemonstrasi sering ditindak dengan kekerasan, setelah terbentuk wacana bahwa demonstrasi dan pemogokan buruh itu banyak menimbulkan keonaran, kemacetan, dan kerusakan (Eriyanto, 2009: 171).

            Penggambaran buruk dalam media kepada kelompok yang lebih lemah ini seringkali menjadikan kelompok ini sebagai kelompok yang salah dan pemilik modal menjadi pihak yang terlihat ‘dirugikan’.Media massa menggiring kelompok tertentu menjadi salah atau disalahkan. Lewat pemberitaan yang terus-menerus disebarkan, media secara tidak langsung membentuk pemahaman dan kesadaran di kepala khalayak mengenai sesuatu. Wacana yang dibuat oleh media itu bisa jadi melegitimasi suatu hal atau kelompok dan mendelegitimasi dan memarjinalkan kelompok lain. Kita sering merasa ada ketidakadilan dalam berita mengenai pemerkosaan terhadap wanita, bagaimana pihak yang menjadi korban ini digambarkan secara buruk, sehingga khalayak lebih bersimpati kepada laki-laki yang menjadi pelaku.Van Leeuwen membuat suatu model analisis yang bisa dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial tersebut ditampilkan dalam media dan bagaimana suatu kelompok yang tidak punya akses menjadi pihak yang secara terus menerus dimarjinalkan (Leeuwen, 2008:23-54).Analisis Van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan.Van Leeuwen fokus kepada dua hal.Pertama, proses pengeluaran (exclusion).Van Leeuwen (2008:28) berkata bahwa. Exclusionmenjadi bagian yang sangat penting dalam analisis wacana kritis.Eksklusi (exclusion) yaitu apakah dalam suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, yang dimaksudkan dengan pengeluaran seseorang atau aktor dalam pemberitaan adalah, menghilangkan atau menyamarkan pelaku/aktor dalam berita, sehingga dalam berita korbanlah yang menjadi perhatian berita.

3) AWK Teun A. Van Dijk (Socio-cognitive Approach / SCA)

            Model van Dijk ini sering disebut sebagai ”kognisi sosial”. Menurutnya penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanyalah hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati.Dalam hal ini harus dilihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.Model van Dijk lebih menekankan pada kognisi sosial individu yang memproduksi teks tersebut. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Dijk menggabungkan tiga dimensi wacana tersebut ke dalam suatu kesatuan analisis.Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kognisi sosial mempelajari proses induksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan.

             Aspek konteks sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Dalam kerangka analisis wacana kritis model Van Dijk, struktur wacana tersusun atas tiga bangunan struktur yang membentuk satu kesatuan. Masing-masing adalah struktur makro, super struktur, dan struktur mikro (macro structure, superstructure, and micro structure).Struktur makro menunjuk pada makna keseluruhan (global meaning) yang dapat dicermati dari tema atau topik yang diangkat oleh suatu wacana.Super-struktur menunjuk pada kerangka suatu wacana atau skematika, seperti kelaziman percakapan atau tulisan yang dimulai dari pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti oleh kesimpulan, dan diakhiri dengan penutup.

            Dalam tulisannya berjudul Structures of news in the press,Van Dijk (1985) menyimpulkan bahwa bangunan wacana harus mempertimbangkan aspek makna global (global meaning) yang ditunjukkan lewat analisis struktur makro dan super struktur yang posisinya jauh di atas analisis kata dan kalimat, meskipun analisis struktur mikro juga patut diperhitungkan. Selain struktur makro dan super struktur di atas, Van Dijk juga melihat struktur mikro ketika melihat wacana.Struktur mikro menunjuk pada makna setempat (local meaning) suatu wacana dapat digali dari aspek semantik, sintaksis, stilistika, dan retorika.Aspek semantik suatu wacana mencakup latar, rincian, maksud praanggapan, serta nominalisasi.

4) AWK Ruth Wodak (Discourse-Historical Approaches/ DHA)

          Wodak dan Martin Reisigl (2001) dengan dipengaruhi oleh pemikiran dari sekolah Frankfurt, khususnya Jurgen Habermas, mengembangkan analisis dengan melihat faktor historis dalam suatu wacana. Penelitiannya terutama ditujukan untuk meneliti seksisme, antisemit, dan rasialisme dalam media dan masyarakat.Analisis wacana yang dikembangkan disebut wacana historis karena menurut mereka, analisis wacana harus menyertakan konteks sejarah bagaimana wacana suatu kelompok atau komunitas digambarkan.

           Dalam artikel berjudul “The Discourse-Historical Approach”, dimuat di Wodak and Meyer (2001:63-94), Wodak memaparkan prosedur analisisnya. Rumusan prosedur analisis wacana kritis model Wodak (DHA) dilakukan secara tiga dimensi: setelah (1) menentukan konten atau topik yang spesifik dari sebuah wacana yang spesifik, (2) menelaah/menginvestigasi strategi-strategi diskursif (termasuk strategi argumentasi). Lalu (3), menganalisis realisasi makna-makna kebahasaan yang tertulis dan spesifik, juga makna-makna kebahasaan dalam konteks tertentu.

5) AWK Sara Mills (Feminist Stylistics Approach/ FSA)

         Model analisis wacana Mills menekankan pada bagaimana wanita ditampilkan dalam teks.Mills melihat bahwa selama ini wanita selalu dimarjinalkan dalam teks dan selalu berada dalam posisi yang salah. Pada teks, mereka tidak diberikan kesempatan untuk membela diri.Oleh karena itu, model wacana ini sering disebut sebagai analisis wacana perspektif feminis. Sara Mill menyebut analisisnya dengan Feminist Stylistics.Sara Mills (1995:13) mengatakan Feminist Stylisticsbertujuan untuk membuat asumsi yang ada dalam stilistika konvensional menjadi lebih jelas, dengan tidak hanya menambahkan topik Gender ke daftar elemen yang dianalisa, namun menggunakan stilistika menjadi sebuah fase baru dalam analisis wacana. Sara Mills mengembangkan analisis untuk melihat bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks. Dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan. Dengan demikian akan didapatkan bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

            Analisis Wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut). Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal, karena memusatkan perhatian pada level di atas kalimat, seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat.

            Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.

Daftar Pustaka


Comments

Popular posts from this blog

Habib Lutfi bin Yahya: Pencerahan Spiritual di Zaman Modern

Ilmu Kalam Klasik Pengertian, Jenis & Faktor

Tradisi Menabur Bunga di Atas Kuburan: Keindahan dan Makna dalam Budaya Jawa