AGAMA SEBAGAI PEREKAT SOSIAL

 MAKALAH

AGAMA SEBAGAI PEREKAT SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : FILSAFAT AGAMA

Dosen Pengampu : DR.H. FATHUL MUFID M.SI



Disusun Oleh:

                 SILFI HIDAYATUN NAFIAH (2030210065)

           AYU NOVITASARI (2030210072)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS USHULUDDIN

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

                                                TAHUN 2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmad dan hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul AGAMA SEBAGAI PEREKAT SOSIAL ini tepat pada waktunya.

 Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen BapakDR.H.FATHUL MUFID, M.SI, pada mata kuliah FILSAFAT AGAMA selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang AGAMA SEBAGAI PEREKAT SOSIAL bagi penulis dan para pembaca

 Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak DR.H. FATHUL MUFID,M.SI, selaku dosen mata kuliah FILSAFAT AGAMA yang telah memberikan tugas ini. Sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

 Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna,oleh karna itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini

     Kudus, 28 November 2022

        Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penjelasan yang bagaimanapun adanya tentang agama, tak akan pernah tuntas tanpa mengikut sertakan aspek-aspek sosiologisnya. Agama, yang menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia dimana kita memiliki berbagai catatan, termasuk yang biasa di ketengahkan dan di tafsirkan oleh para ahli arkeologi. Karena itu segera lahir pertanyaan tentang bagaimana jenis perilaku social yang ”cukup berarti” ini harus difahami,bagaimana seharusnya mendekati masalah ini dari sudut pandang sosiologis.

Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan system social. Akan tetapi masalah agam berbeda dengan masalah pemerintahan dan hukum, yang lazim menyangkut alokasi erta pengendalian kekuasaan. Berbeda dengan lembaga ekonomi yang berkaitan dengan kerja, produksi dan pertukaran. Dan juga berbeda dengan lembaga keluarga yang mengatur serta penolakan hubungan antar jenis kelamin, antargenerasi yang diantaranya berkaitan dengan pertalian keturunan serta kekerabatan. Masalah inti dari agama tampaknya menyangkut sesuatu yang masih kabur serta tidak dapat di raba atau abstrak,yang realitas empirisnya yang sama sekali belum jelas.

Agama telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublime, sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu, sebagai sesuatu yang memuliakan dan membuat manusia beradab. Tetapi agama telah pula dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia, dan mempertinggi fanatisme dan sifat tidak toleran, pengacuhan, pengabaian, tahayyul,kesia-siaan. Catatan yang ada menunjuk agama sebagai salah sau penghambat tatanan sosial yang telah mapan. Tetapi agama juga memperlihatkan kemampuanya melahirkan kecenderungan yang sangat revoluioner, seperti peristiwa pemberontakan petani pada abad ke-16 di jerman. Emile Durkheim sebagai seorang pelopor sosiologi agama di perancis mengatakan bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi, sedangkan Karl Mark mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia. Jelas agama menunjukan seperangkat aktivitas manusia dan jumlah bentuk-bentuk sosial yang mempunyai arti penting.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian agama?

2. Bagaimana fungsi agama sebagai perekat sosial?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk menjelaskan dan mengetahui pengertian agama.

2. Untuk menjelaskan dan mengetahui fungsi agama sebagai perekat sosial.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama?

Secara umum adalah setiap orang memiliki keyakinannya masing-masing. Keyakinan tersebut datang berdasarkan diri sendiri. Para pakar memiliki agama dan pengertian agama. Secara etimologi,kata “agama” bukan berasal dari bahasa arab,melainkan diambil dari istilah sangsekerta, Dengan demikian agama adalah sejenis peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan,serta mengantarkan manusia menuju keteraturan dan ketertiban.

Agama memiliki catatan,simbol dan kesucian yang mana digunakan untuk menjelaskan makna dari hidup dan menjelaskan asal usul kehidupan manusia dimasa yang lalu ataupun terciptanya alam semesta. Agama atau religi mengenalkan bahwa di dunia ini terdapat hal yang berkuasa atas segala sesuatu dan memiliki kekuatan kendali. Terdapat beberapa ahli yang memberikan definisi mengenai agama atau kepercayaan.

             Agama juga merupakan suatu tatanan yang mengatur hubungan manusia/seseorang dengan Tuhan. Suatu agama pada umumnya tidak hanya mengatur hubungan seseorang denganTuhan, akan tetapi juga mengatur hubungan manusia baik dengan dirinya sendiri maupun hubungan dengan orang lain. Manusia membutuhkan agama di dalam kehidupannya, sebagai pegangan hidup baik untuk kehidupan di dunia maupun di akherat kelak. Sudah tentu agar semuanya itu dapat dicapai maka ia harus dapat menjaga keseimbangan antara dua kebutuhan, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.Agama juga bisa membuat hidup menjadi terarah, Mendapatkan ketenangan hidup, memiliki keyakinan terhadap Tuhan, menghindarkan perilaku buruk, menambah ilmu dan memahami orang lain.

B. Bagaimana Fungsi Agama Sebagai Perekat Sosial?

Perbedaan budaya,kultur dan tradisi suatu wilayah yang lain juga akan menghasilkan karakter yang berbeda. Inilah salah satu kekayaan bangsa kita yang terdiri dari banyak suku yang tersebar di berbagai wilayah. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa perbedaan tersebut dapat menjadi pemicu munculnya sebuah konflik apabila tidak dikelola dengan baik. Salah satu contoh paling dramati konflik memilukan yang terjadi antara etnis madura sebagai pendatang versus etnis dayak di kalimantan. Terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar atas meletusnya konflik ini, keduanya yang saling bersengketa, khususnya tokoh ulama dan aparat pemerintahan harus menjadikannya sebagai pelajaran berharga agar tidak lagi terjadi di masa-masa yang akan datang. Karena peristiwa ini tidak hanya mengakibatkan jatuhnya korban jiwa secara sia-sia, tapi juga meninggalkan penyakit psikis, dendam dan trauma berkepanjangan.

Bila kita menganalisa kasus diatas,maka ada elemen mendasar yang tidak berperan dengan baik di tengah masyarakat, yaitu peran agama yang seharusnya muncul sebagai perekat khususnya bagi komunitas yang berada dalam satu agama dan keyakinan. Padahal kita seharusnya dapat belajar dari sejarah konflik antara suku Aus dan Khazraj sebelum datangnya Islam. Konflik yang terjadi antara kedua suku ini sebenarnya dipicu oleh persoalan sangat sepele, namun akibatnya berlangsung sangat lama bahkan melibatkan beberapa generasi. Namun konflik berkepanjangan itu berakhir dengan sendirinya setelah mereka memeluk Islam dan memiliki pemahaman yang sama bahwa sesungguhnya mereka telah dipersaudarakan oleh satu aqidah dan keyakinan. Sebagaimana firman Allah Taala, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10) Maka Islam sesungguhnya memiliki daya rekat sangat kuat bila ia dipahami dengan baik oleh pemeluknya. Ia bahkan menghadirkan di tengah kita perasaan cinta pada sesama dan menumbuhkan itsar (mengutamakan saudara daripada diri sendiri).

Mungkin di antara kita ada yang pesimis dan menganggap utopia bila agama dan keyakinan mampu menjadi perekat sebagaimana terjadi pada komunitas suku Aus dan Khazraj di Madinah ketika itu. Masyarakat Indonesia yang sangat majemuk tidak hanya di sekat oleh budaya dan karakter yang berbeda, tapi perbedaan mazhab dan pemahaman terhadap implementasi ajaran Islam (khilafiyah). Bahkan perbedaan pada organisasi dakwah Islam dapat menjadi jurang pemisah dan sumber konflik. Realitas ini dengan sendirinya menjelaskan bahwa, betapa tokoh agama dan ulama kita belum mampu mentransformasikan nilai-nilai Islam ke dalam jiwa umat ini agar menjadi perekat dan pengikat kuat di antara mereka, sehingga dapat toleran dan lapang dada terhadap sesuatu yang tidak disepakati dan bekerja sama pada sesuatu yang disepakati.

Yang lebih ironi lagi adalah ketika sosok yang seharusnya diteladani dan layak tampil sebagai perekat karena posisinya sebagai tokoh agama justru terjebak dalam arus konflik, atau bahkan jadi pemantik munculnya konflik dalam tubuh umat. Tragedi memiriskan hati ini dapat kita saksikan dalam tubuh sejumlah organisasi ke-Islaman atau partai Islam (atau hanya dipimpin oleh tokoh Islam) yang seharusnya tokoh-tokoh yang ada di dalamnya lebih mampu mengatasi persoalan internal mereka sebelum menggemakan diri sebagai tokoh yang seakan mampu mengatasi persoalan bangsa dan negara yang lebih besar dan kompleks.

Oleh karena itu agama sangat berperan penting dalam kehidupan umat manusia dan terhadap perkembangan suatu masyarakat, antara lain sebagai berikut:

1. Agama sebagai Motivator, agama memberikan dorongan batin/motif, akhlak dan moral manusia yang mendasari dan melandasi cita-cita dan perbuatan manusia dalam seluruh aspek hidup dan kehidupan, termasuk usaha dalam pembangunan.

2. Agama sebagai Creator dan innovator. memberikan dorongan semangat untuk bekerja kreatif dan produktif dengan penuh dedikasi untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang baik pula. Oleh karena itu, disamping bekerja kreatif dan produktif, agama mendorong pula adanya pembaruan dan penyempurnaan (innofatif).

3. Agama sebagai integrator, baik individual maupun social, dalam arti bahwa agama mengintegrasikan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai orang-seorang maupun anggota masyarakat, yaitu integrasai dan keserasian sebagai insane yang taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa serta integrasi dan keserasian antara manusia sebagai makhluk social dalam hubungan dengan sesama dan lingkungannya. Dengan kata lain, integrasi dan keserasian antara mengejar kebaikan dunia dan akhirat. Sebagai integrator-individual, agama dapat menghindarkan manusia dari situasi kepribadian yang goyah dan pecah, sehingga kembali kepada kepribadiannya yang utuh, mampu menghadapi berbagai tantangan, gangguan serta cobaan hidup dan kehidupan, yang tidak jarang dapat memporak-porandakan kehidupan manusia. Sebagai integrator-sosial, mempunyai fungsi sebagai perekat/fungsi kohesif antara manusia terhadap sesamanya, di dorong oleh rasa kemanusiaan, cinta mencintai, kasih saying terhadap sesamanya, altruisme, tenggang rasa, tepa selira dan lain-lain. Dalam fungsinya sabagai factor social integrative itu, agama mengajarkan kehidupan rukun tentram damai dan bekerja sama dalam mencapai kesejahteraan lahir batin.

4. Agama sebagai sublimator, agama berfungsi menyandukan dan mengkuduskan segala perbuatan manusia, sehingga perbuatan manusia, bukan saja bersifat keagamaan saja, tetapi juga setiap perbuatan dijalankan dengan tulus ikhlas dan penuh dengan pengbdian karena keyakinan agama, bahwa segala pekerjaan yang baik merupakan bagian pelaksanaan ibadah insane terhadap sang Pencipta-al-Khaliknya/Tuhan yang Maha Esa

5. Agama sebagai sumber inspirasi budaya bangsa Indonesia, melahirkan budaya fisik berupa cara berpakaian yang sopan dan indah, gaya arsitektur, dan lain-lain, serta hasil budaya nonfisik sepeti seni budaya yang bernafaskan agama, kehidupan beragama yang jauh dari syirik dan musyrik.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perbedaan budaya, kultur dan tradisi suatu wilayah dengan wilayah yang lain juga akan menghasilkan karakter yang berbeda. Inilah salah satu kekayaan bangsa kita yang terdiri dari banyak suku yang tersebar di berbagai wilayah. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa berbagai perbedaan tersebut dapat menjadi pemicu munculnya sebuah konflik bila tidak dikelola dengan baik. Bila kita menganalisa berbagai yang terjadi di tangah masyarakat, maka ada elemen mendasar yang tidak berperan dengan baik di tengah masyarakat, yaitu peran agama yang seharusnya muncul sebagai perekat khususnya bagi komunitas yang berada dalam satu agama dan keyakinan. Namun konflik berkepanjangan itu berakhir dengan sendirinya setelah mereka memeluk Islam dan memiliki pemahaman yang sama bahwa sesungguhnya mereka telah dipersaudarakan oleh satu aqidah dan keyakinan. Sebagaimana firman Allah Taala, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10) Maka Islam sesungguhnya memiliki daya rekat sangat kuat bila ia dipahami dengan baik oleh pemeluknya. Ia bahkan menghadirkan di tengah kita perasaan cinta pada sesama dan menumbuhkan itsar (mengutamakan saudara daripada diri sendiri

B. SARAN

Sebaiknya dalam kehidupan ini kita harus pandai-pandai dalam menganalisa gejala dan realitas social yg terjadi di tengah masyarakat terutama gejala-gejala keagamaan yang muncul di tengah umat manusia, sebagai insan yang terpelajar kita harus mampu memahami perbedaan, bukan menjadikan perbedaan dan keragaman itu menjadikan kita berpecah belah tetapi menjadikan perbedaan itu sebagai anugrah yang terindah yang tuhan berikan kepada manusia yang penuh dengan hikmah karena perbedaaan itu merupakan suatu keniscayaan.

DAFTAR PUSTAKA

 F. O’dea, Thomas, 1985, Sosiologi Agama suatu Pengantar, Jakarta:CV Rajawali

Ishomuddin, 2000, Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: PT Ghalia Indonesia-UMM Press

 Kahmad Dadang, 2000, Sosiologi Agam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mubarak Zulfi, 2010, Sosiologi Agama, Malang: UIN MALIKI PRESS, 2010

 Nottingham Elizabeth, 1990, Agama dan Masyarakat: Sustu Pengantar Sosiologi Agama. Terjemahan, Jakarta: Rajawali


Comments

Postingan Populer

Bid'ah sebagai Sebab Kemunduran Islam Menurut Rasyid Ridha