Li’an Ditinjau Menurut Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989 dan Hukum Islam

 Li’an Ditinjau Menurut Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989 dan Hukum Islam


Li'an Ditinjau Menurut Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989 dan Hukum Islam


Li'an adalah suatu proses peradilan yang dilakukan dalam hukum Islam untuk menyelesaikan masalah-masalah keperdataan. Dalam Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989, li'an diatur sebagai salah satu prosedur peradilan yang dilakukan dalam Peradilan Agama.


### Li'an dalam Hukum Islam


Dalam hukum Islam, li'an adalah suatu proses peradilan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang dianggap telah berzina. Proses ini dilakukan untuk menyelesaikan masalah keperdataan yang timbul dari pernikahan yang tidak sah karena perbuatan zina. Li'an dilakukan dengan cara mengucapkan kalimat "li'an" yang berarti "saya bersumpah" dan "saya berli'an" yang berarti "saya bersumpah dan berli'an".


### Li'an dalam Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989


Dalam Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989, li'an diatur sebagai salah satu prosedur peradilan yang dilakukan dalam Peradilan Agama. Proses li'an dalam Undang-Undang ini meliputi tahapan sebagai berikut:


1. **Penggugatan**: Penggugatan yang diberikan oleh suami terhadap istri yang dianggap telah berzina.

2. **Pemeriksaan Saksi**: Pemeriksaan saksi yang diberikan oleh pihak-pihak yang berperkara.

3. **Pengakuan**: Pengakuan yang diberikan oleh pihak-pihak yang berperkara.

4. **Penghitungan**: Penghitungan yang dilakukan oleh hakim untuk menentukan kebenaran peristiwa yang disengketakan.


### Kekuatan Pembuktian


Kekuatan pembuktian dalam li'an diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 Rbg, dan Pasal 1866 KUH Perdata. Kekuatan pembuktian ini mencari kebenaran formil yang diperoleh dari alat bukti yang sah, seperti surat, saksi, pengakuan, persangkaan, dan sumpah.


### Contoh


Contoh li'an yang dilakukan dalam Peradilan Agama adalah sebagai berikut:


1. **Surat**: Surat yang berupa dokumen yang sah dan otentik digunakan sebagai alat bukti untuk menentukan kebenaran peristiwa yang disengketakan.

2. **Saksi**: Keterangan saksi yang diberikan secara lisan di muka persidangan digunakan sebagai alat bukti untuk menentukan kebenaran peristiwa yang disengketakan.

3. **Pengakuan**: Pengakuan yang diberikan oleh pihak yang berperkara digunakan sebagai alat bukti untuk menentukan kebenaran peristiwa yang disengketakan.


Dalam kesimpulan, li'an dalam hukum Islam dan Undang-Undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989 memiliki syarat yang berbeda. Dalam hukum Islam, li'an dilakukan untuk menyelesaikan masalah keperdataan yang timbul dari pernikahan yang tidak sah karena perbuatan zina. Dalam Undang-Undang Peradilan Agama, li'an diatur sebagai salah satu prosedur peradilan yang dilakukan dalam Peradilan Agama. Kekuatan pembuktian dalam li'an diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 Rbg, dan Pasal 1866 KUH Perdata.


Citations:

[1] Problematika Undang-Undang NO.7 Tahun 1989 Oleh : Drs. Hasim | (18/1) https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/problematika-undang-undang-no7-tahun-1989-oleh-drs-hasim-181

[2] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN ... https://www.regulasip.id/book/11670/read

[3] Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama http://pta-jambi.go.id/peraturan/undang-undang/953-undang-undang-no-7-tahun-1989-tentang-peradilan-agama

[4] Sejarah Pengadilan - PA Soe https://www.pa-soe.go.id/index.php/doksupport/75-mediasi-pertama-dalam-dua-tahun-terakhir-di-pa-soe

[5] PEMERIKSAAN SETEMPAT DI PENGADILAN AGAMA https://www.pa-tanjungkarang.go.id/artikel-makalah/869-pemeriksaan-setempat-di-pengadilan-agama-oleh-dr-drs-h-dalih-effendy-sh-mesy-1.html

Comments

Postingan Populer

Bid'ah sebagai Sebab Kemunduran Islam Menurut Rasyid Ridha